Selasa, 28 Mei 2013

Aliran Pragmatisme (sebuah telaah teoritis)

Pragmatisme adalah aliran pemikiran yang memandang bahwa kebenaran tidak hanya dalam ucapan, dalil atau teori, tetapi lebih pada faedah atau tindakan bagi kehidupan manusia. Ide ini merupakan budaya dan tradisi berpikir Amerika khususnya dan Barat pada umumnya, yang lahir sebagai upaya intelektual untuk menjawab problem-problem yang terjadi pada awal abad ini. Dalam dialektika dan siklus sejarah, atau dalam fenomenologi suatu faham ada yang mendahuluinya, sebagaimana pragmatisme tidak lepas dari keberadaan dan perkembangan ide-ide sebelumnya di Eropa. William James mengatakan bahwa Pragmatisme nerupakan “nama baru bagi sejumlah cara berpikir lama”  dan ini merupakan kelanjutan dari Empirisme yang ada di Inggris., seperti yang dirintis oleh Francis Bacon (1561-1626), yang kemudian dikembangkan oleh Thomas Hobbes (1558-1679) dan John locke (1632-1704). Pada awal perkembangannya, pragmatisme lebih merupakan suatu usaha-usaha untuk menyatukan ilmu pengetahuan dan filsafat agar filsafat dapat menjadi ilmiah dan berguna bagi kehidupan praktis manusia. Sehubungan dengan usaha tersebut, pragmatisme akhirnya berkembang menjadi suatu metoda untuk memecahkan berbagai perdebatan filosofis-metafisik yang tiada henti-hentinya, yang hampir mewarnai seluruh perkembangan dan perjalanan filsafat sejak zaman Yunani kuno. Dalam usahanya untuk memecahkan masalah-masalah metafisik yang selalu menjadi pergunjingan berbagai filosofi itulah pragmatisme menemukan suatu metoda yang spesifik, yaitu dengan mencari konsekwensi praktis dari setiap konsep atau gagasan dan pendirian yang dianut masing-masing pihak.
Pragmatisme berasal dari kata Yunani yaitu pragma yang berarti perbuatan atau action dan tindakan atau practice. Sehingga pragmatisme itu berarti ajaran yang menekankan bahwa pemikiran itu menuruti tindakan. Pragmatisme memandang bahwa kriteria kebenaran adalah faedah atau manfaat. Suatu teori atau hipotesis dianggap oleh pragmatisme benar apabila membawa suatu hasil, dengan kata lain suatu teori itu benar kalau berfungsi (If it works). Pragmatisme dapat dikategorikan kedalam pembahasan mengenai teori kebenaran (Theory of Truth), sebagaimana yang nampak yang menonjol dalam pandangan William James dalam bukunya The Meaning of The Truth. Pragmatisme mengemukakan pandangannya tentang nilai, bahwa nilai itu relatif. Kaidah-kaidah moral dan etik tidak tetap, melainkan selalu berubah, seperti perubahan kebudayaan, masyarakat, dan lingkungannya. Pragmatisme menyarankan untuk menguji kualitas nilai dengan cara yang sama seperti kita menguji kebenaran pengetahuan dengan metode empiris. Nilai moral atau etis akan dilihat dari perbuatannya, bukan dari segi teorinya. Jadi, pendekatan terhadap nilai adalah cara empiris berdasarkan pengalaman-pengalaman manusia, khususnya kehidupan sehari-hari. Menurut pragmatisme, harus mempertimbangkan perbuatan manusia dengan tidak memihak, dan secara ilmiah memiliki nilai-nilai yang tampaknya memungkinkan untuk memecahakan masalah-masalah yang dihadapi manusia. Nilai itu tidak dapat dipaksakan dengan kekuatan apapun tetapi disetujui setelah diadakan secara terbuka dan didasarkan atas bukti-bukti empiris dan obyektif. Pragmatisme melihat realitas dan dunia yang diamati tidak bebas dari ide manusia dan sekaligus tidak terikat kepadanya. Sehingga realitas bagi pragmatisme merupakan intereksi antara manusia dan lingkungannya, yang berdampingan dan memiliki tanggungjawab yang sama terhadap realitas. Pragmatisme melihat transformasi sosial yang terus menerus berubah didasarkan pada pandangan Heracleitos (540-480 SM), dengan teorinya panta rei, artinya mengalir terus menerus. Pragmatisme melihat manusia sebagai makhluk secara biologis, sosial, dan psikologis senantiasa terus menerus berkembang. Manusia hidup dalam keadaan menjadi (becoming) atau on goingness. Sehingga Pragmatisme, dalam mengambil tindakan tertentu, ada dua hal penting. Pertama, ide atau keyakinan yang mendasari keputusan yang harus diambil untuk melakukan tindakan tertentu. Dan yang kedua, tujuan dari tindakan itu sendiri. Keduanya tidak dapat dipisahkan. Keduanya merupakan suatu paket tunggal dari metode bertindak yang pragmatis. Pertama-tama manusia memiliki ide atau keyakinan itu yang ingin direalisasikan. Untuk merealisasikan ide atau keyakinan itu, manusia mengambil keputusan yang berisi: akan dilakukan tindakan tertentu sebagai realisasi ide atau keyakinan tadi. Dalam hal ini, sebagaimana diketahui oleh Peirce, tindakan tersebut tidak dapat diambil lepas dari tujuan tertentu. Dan tujuan itu tidak lain adalah hasil yang akan diperoleh dari tindakan itu sendiri, atau konsekwensi praktis dari adanya tindakan itu.
Apa yang dikatakan oleh Peirce tersebut merupakan prinsip pragmatis dalam arti yang sebenarnya. Pragmatisme dalam hal ini tidak lain adalah suatu metode untuk menentukan konsekwensi praktis dari suatu ide atau tindakan. Dalam perkembangannya, faham ini diterapkan dalam setiap bidang kehidupan manusia. Karena pragmatisme adalah suatu filsafat tentang tindakan manusia, maka setiap bidang kehidupan manusia menjadi bidang penerapan dari filsafat yang satu ini. Dan karena metode yang dipakai sangat populer untuk di pakai dalam mengambil keputusan melakukan tindakan tertentu, karena menyangkut pengalaman manusia sendiri, filsafat inipun segera menjadi populer. Dan filsafat ini yang berkembang di Amerika pada abad ke-19 sekaligus menjadi filsafat khas Amerika dengan tokoh-tokohnya seperti Charles Sander Peirce (1839-1914), William James (1842-1910), dan John Dewey (1859-1952) menjadi sebuah aliran pemikiran yang sangat mempengaruhi segala bidang kehidupan Amerika.

Artikel Terkait Teori dan Aliran filsafat Pendidikan

Komentar Postingan