Coba kita renungkan salah satu ayat yaitu ayat 159 dari surah Ali Imran yang dianggap oleh sebagian ahli tafsir sebagai sifat-sifat bagi para guru, pendidik atau pendakwah. Dalam ayat tadi disebutkan,
Maka disebabkan rahmat dari Allahlah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar tetulah mereka menjauhkan dari sekelilingmu karena sifat itu maafkanlah mereka mohon ampunkanlah bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepadaNya.” (QS. Ali Imran [3]:159)
Ayat ini turun setelah ayat-ayat yang menjelaskan sebab-sebab kekalahan kaum Muslimin dalam perang Uhud. Dalam perang Uhud itu banyak pelanggaran yang dilakukan oleh sebagian pasukan muslim atas perintah Rasulullah yaitu ketertarikan mereka terhadap harta rampasan perang sehingga pasukan pemanah sebagai pengawas dan benteng tidak terlihat malah turun dan meninggalkan pusat utama pengawasan musuh dan kekalahan di pihak muslim pun terjadi. Atas kesalahan mereka Allah telah memberikan ampunan. Kemudian ayat perang tadi dilanjutkan dengan ayat ini yang menerangkan mengenai sifat-sifat Rasul yang sangat dibutuhkan pada kondisi kaum muslimin seperti di atas, baik dalam menyapa, mengatur ataupun memberikan hukuman. Adapun sifat-sifat yang disebutkan dalam ayat itu antara lain harus selalu berlemah lembut, baik halus akhlak, pemaaf, suka bermusyawarah dan tawakkal pada Allah. Sifat-sifat ini pula lah yang pantas dan harus dimiliki oleh seorang pendidik agar dalam mengayomi anak didiknya bisa tercapai dengan baik. Dan hampir dipastikan ketika hubungan guru dan murid tidak ada kesenjangan malah yang muncul hubungan seperti ayat terhadap anaknya, ataupun kakak terhadap adik, semua tujuan pembelajaran akan dapat tercapai dengan maksimal.
Keutamaan akhlak Rasul yang dimaksud dipertegas oleh ayat-ayat lain bahwa Nabi Muhammad telah memiliki akhlak yang agung dan bahwa Nabi Muhammad telah diutus pada umatnya oleh Allah, hatinya merasa berat terhadap penderitaan umatnya, amat belas kasihan, sangat menginginkan keimanan dan keselamatan bagi umatnya, penyayang terhadap orang-orang mukminin ada sebuah riwayat yang senada dengan hal ini, Abdullah bin Umar berkata :”Sesungguhnya aku mengetahui sifat Rasulullah dalam kitab terdahulu bahwasanya ia tidaklah kasar tutur katanya dan tidak kasar hati, bukan suka berteriak di pasar dan tidak membalas kejelekan dengan kejelekan tapi memebrikan maaf.
Ayat tadi nampak memperlihatkan posisi Rasul dalam kapasitasnya sebagai seorang panglima perang. Dalam Asbab Al-Nuzul diterangkan bahwa ayat ini beserta kelompok ayat sebelumnya memperlihatkan setting peperangan di bukit beserta kelompok ayat sebelumnya memperlihatkan setting peperangan di bukit uhud. Ayat ini menunjukkan satu fase dari setting tersebut yakni masa-masa setelah peperangan uhud yang dimenangkan oleh kaum musyrikin. Dengan demikian jelas bahwa penggambaran diri Nabi oleh ayat tersebut terutama adalah profil seorang pemimpin perang. Namun demikian kemungkinan melihat relevansinya dengan sudur pandang paedagogik sulit dikatakan tidak ada sama sekali. Pada ayat ini status Rasulullah adalah pemimpin perang namun dapat dikatakan juga bahwa beliau adalah seorang pendidik. Nabi merupakan suritauladan dalam setiap sikap dan perbuatannya. Dalam setiap hal Nabi selalu merupakan contoh. Ia memberikan segala model dari penerapan ajaran-ajaran Islam. Dengan demikian setiap gerak langkah Nabi berarti seorang pendidik harus memiliki sifat lemah lembut, yang dimaksud adalah sifat yang merupakan cerminan dari kebaikan akhlak bukan yang lainnya. Pada kehidupan sehari-hari memang dengan mudah kita dapat menemukan seseorang yang lemah lembut. Namun seringkali lemah lembutnya seseorang tidak serta merta merupakan cerminan dari akhlak yang baik. Dengan demikian lemah lembut dalam ayat tersebut dimaksudkan sebagai sifat yang terkait erat dengan kebaikan akhlak. Ini sifat pertama yang mesti dimiliki seorang pendidik. Pengambilan ayat ini dapat dikatakan tepat sebab bila pendidikan militer saja mesti mengutamakan sifat lemah lembut maka pendidikan lainnya tentu membutuhkan sifat seperti itu.
Salanjutnya kata fadzdzan, kata ini berarti kasar tutur kata, kurang ajar, jelek akhlak dan watak. Kata ini merupakan penegasan dari pesan yang pertama. Seorang pendidik mesti lemah lembut dan tidak kasar tutur kata. Kata kasar di sini berarti tutur kata yang terkait dengan kejelekan akhlak. Penegasan ini dipandang perlu sebab kasar tutur kata pada kenyataannya bersifat relatif tergantung kata hati penuturnya, variasi bahasa dan barangkali kelompok orang. Kata ghalidzalaqalbi, kata ini berarti kasar hati, keras hati dan tidak tergerak hati oleh suatu apapun. Ayat ini seperti yang diutarakan dalam uraian munasabah ayat terkait dengan ayat 128 Surat Al-Taubah : “Sesungguhnya telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin”. (Q.S. Al-Taubah [9] : 128)
Kata itu nampak relevan dengan penegasan ayat ini kasar, keras dan tak tergerak hati oleh suatu apapun nampak merupakan perlawanan dari sifat yang dijelaskan ayat ini. Merasa berat karena penderitaan orang lain jelas berarti tergerak hatinya oleh keadaan orang tua keras hati. Hati yang demikian sangat tidak mungkin berarti hati yang tidak memiliki rasa kasih sayang dengan demikian rentetan kata linta lahum dan ghalidzalqalbi dapat dikatakan mengungkapkan sifat Rasul yang lemah lembut dan kasih sayang. Kata fa’fu ‘anhum berarti perintah kepada Rasul untuk memaafkan, berkaitan dengan kesalahan sebagian pasukan Rasul. Rasul pada dasarnya memiliki sifat semacam ini. Dengan demikian dapat diartikan bahwa idealnya sifat pemaaf mesti ada dalam situasi apapun.
Adapaun ayat lain yang berkaitan dengan sifat lemah lembut yang harus dimiliki para pendidik adalah : (1). Bersikap mencintai seperti dalam ayat berikut ini : “Hai orang-orang yang beriman, barang siapa diantara kamu yang murtad dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan mereka pun mencintai-Nya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang mukmin, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad di jalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui”. (Q.S. Al-Maaidah [5] : 54); (2). Bersikap menahan marah dan selalu memaafkan, “(Yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan”. (Q.S. Ali-Imran [3] : 134), “Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang makruf, serta berpalinglah daripada orang-orang yang bodoh”. (Q.S. Al-A’raf [7] : 199), “Jika kamu menyatakan sesuatu kebaikan atau menyembunyikan atau memaafkan sesuatu kesalahan (orang lain), maka sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi Maha Kuasas”. (Q.S. [4] : 149)
(3). Berbicara yang baik, “Mereka itu adalah orang-orang yang Allah mengetahui apa yang di dalam hati mereka. Karena itu berpalinglah kamu dari mereka, dan berilah mereka pelajaran, dan katakanlah kepada mereka perkataan yang berbekas pada jiwa mereka”. (Q.S. Al-Nisa [4] : 63), “Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya, harta (mereka yang ada dalam kekuasaanmu) yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan. Berilah mereka belanja dan pakaian (dari hasil harta itu) dan ucapkanlah kepada mereka kata-kata yang baik”. (Al-Nisa [4] : 5), “Dan apabila sewaktu pembagian itu hadir kerabat, anak yatim dan orang miskin, maka berilah mereka dari harta itu (sekedarnya) dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang baik”. (Q.S. Al-Nisa [5] : 8), “Hai istri-istri Nabi, kamu sekalian tidaklah seperti wanita yang lain, jika kamu bertaqwa. Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya, dan ucapkanlah perkataan yang baik”. (Q.S. Al-Ahzaab [33] : 32), “Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kamu kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar”. (Q.S. Al-Ahzaab [33] : 70); (4). Selalu bermusyawarah, “Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antara mereka; dan mereka menafkahkan sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka”. (Q.S. Al-Syuraa [42] : 38); (5). Bersikap tawakal kepada Allah
“Dan mereka (orang-orang munafik) mengatakan: “(Kewajiban kami hanyalah) taat”. Tetapi apabila mereka telah pergi dari sisimu, sebahagiaan dari mereka mengatur siasat di dalam hati (mengambil keputusan) lain dari yang telah mereka katakana tadi. Allah menulis siasat yang mereka atur di malam hari itu, maka berpalinglah kamu dari mereka dan tawakallah kepada Allah. Cukuplah Allah menjadi pelindung”. (Q.S. Al-Nisa [4] : 81), “Dan kepunyaan Allah-lah apa yang ghaib di langit dan di bumi dan kepada-Nya-lah dikembalikan urusan-urusan semuanya, maka sembahlah Dia, dan bertaqwalah kepada-Nya. Dan sekali-kali Tuhamu tidak lalai dari apa yang kamu kerjakan” (Q.S. Huud [11] : 123), “Sebab itu bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya kamu berada di atas kebenaran yang nyata”. (Q.S. Al-Nahl [27] : 79); (6). Memelihara Amanat, “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanah kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum diantara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat”. (Q.S. Al-Nisaa [4] : 58), “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanah-amanah yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui”. (Q.S. Al-Anfaal [8] : 27), “Dan orang-orang yang memelihara amanah-amanah (yang dipikulnya) dan janjinya”. (Q.S. Al-Mukminuun [23] : 8)
“Salah seorang dari kedua wanita itu berkata: “Ya bapakku ambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada kita), karena sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya”. (Q.S. Al-Qhashash [28] : 26); (7). Ikhlas, “Dan ceritakanlah (hai Muhammad kepada mereka), kisah Musa di dalam Al-Kitab (Al-Qur’an) ini. Sesungguhnya ia adalah seorang yang dipilih dan seorang Rasul dan Nabi”. (Q.S. Maryam [19] : 51). Adapun sifat lainnya adalah : Harus menjadi orang tua kedua di depan murid; Harus menjadi pewaris ilmu Nabi; Harus menjadi penunjuk jalan dan pembimbing keagamaan; Harus berperan sebagai figur sentral bagi murid; Harus berpean sebagai motivator bagi murid; Harus memahami perkembangan intelektual murid. (8). Pribadi yang kokoh dan terlatih
Al-Qur’an banyak menasihati Nabi yang berfungsi sebagai landasan, sandaran dan motivator yang tetap stabil untuk menguatkan jiwanya dalam melaksanakan tablihnya. Sebagaimana firman Allah dalam surat Al-Qalam ayat 48 : “Maka bersabarlah kamu (hai Muhammad) terhadap ketetapan Tuhanmu”. (Q.S. Al-Qalam [68] : 48), “Dan bersabarlah terhadap apa yang mereka ucapkan”. (Q.S. Al-Muzammil [73] : 10) (Ra’fat Said, 1994 ; 16-17).Kaitannya dengan hal tadi setidaknya sorang guru harus memiliki tiga kompetensi dasar yaitu : Mengajar dilakukan dengan niat mencari keridhoan Allah SWT., sehat jasmaninya dengan penampilan yang menyenangkan, sehat rohaninya, tidak ria sebab akan menghilangkan keikhlasan, tidak memendam rasa dengki dan iri hati, tidak menyenangi permusuhan, sesuai antara perkataan dan perbuatan, tidak malu mengakui ketidaktahuan, bijaksana, rendah hati (tawadhu), lemah lembut, pemaaf, sabar dan tidak mudah marah, berperibadian luhur, memiliki rasa percaya diri, bersifat kebapakan atau keibuan dan mengetahui karakter murid; (9). Bersikap jujur, “Diantara orang-orang mukmin itu ada orang-orang yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allah; maka diantara mereka ada yang gugur. Dan diantara mereka ada (pula) yang menunggu-nunggu dan mereka sedikit pun tidak merubah (janjinya)”, (Q.S. Al-Ahzab [33] : 23)
“Dan sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta”. (Q.S. Al-Ankabut [29] :3), “Dan kami datang kepadamu membawa kebenaran dan sesungguhnya kami betul-betul orang-orang yang benar”. (Q.S. Al-Hijr [15] : 64), “Ceritakanlah (hai Muhammad) kisah Ibrahim di dalam Al-Kitab (Al-Qur’an) ini. Sesungguhnya ia adalah seorang yang sangat membenarkan lagi seorang Nabi”. (Q.S. Maryam [19] : 41), “Dan ceritakanlah (hai Muhammad kepada mereka, kisah) Idris (yang tersebut) di dalam Al-Qur’an. Sesungguhnya ia adalah seorang yang sangat membenarkan dan seorang Nabi”. (Q.S. Maryam [19] : 56), “Al-Masih putra Maryam hanyalah seorang Rasul yang sesungguhnya telah berlalu sebelumnya beberapa Rasul, dan ibunya seorang yang sangat benar, kedua-duanya biasa memakan makanan. Perhatikan bagaimana Kami menjelaskan kepada mereka (ahli Kitab) tanda-tanda kekuasaan (Kami), kemudian perhatikanlah bagaimana mereka berpaling (dari memperhatikan ayat-ayat Kami itu)”. (Q.S. Al-Maaidah [5] : 75); (9). Menjauhi sesuatu yang tidak bermanfaat. Sebagaimana Allah berfirman :
“Dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna”, (Q.S. Al-Mukminuun [23] : 3), “Dan orang-orang yang tidak memberikan persaksian palsu, dan apabila mereka bertemu dengan (orang-orang) yang mengerjakan perbuatan-perbuatan yang tidak berfaedah, mereka lalui (saja) dengan menjaga kehormatan dirinya”. (Q.S. Al-Furqaan [25] : 72); (10). Bersikap sederhana
“Dan sederhanalah kamu dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai”. (Q.S. Lukman [31] : 19), “Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah disetiap (memasuki) mesjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan,. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan”. (Q.S. Al-A’raaf [7] : 31)
Jadi pada intinya, ayat-ayat yang dikemukakan di atas adalah sebagai renungan untuk para pendidik baik itu guru, dosen, orang tua, kakak dan lainnya. bukan hanya surah Ali Imran ayat 159 saja tetapi ayat-ayat lainnya yang dapat diteladani dan diinternalisasi nilai-nilainya. semoga.....