Rabu, 29 Juni 2022

KEJENIUSAN, KEBERANIAN DAN KEDERMAWANAN ALMAGHFURLAH KH IRFAN HIELMY Bag. 3

Entah kenapa, selalu ingin menuliskan kisah hidup guru saya yang belum diceritakan dan dituliskan di dalam buku Biografinya yang sudah 3 kali cetak. Biasanya para alumni, masyarakat dan para santrinya mengenal beliau seorang yang jenius dan dermawan. Kejeniusan beliau telah diceritakan di bagian 1. Kedermawanan beliau selalu diingat. Bagaimana tidak, ketika masuk ke kelas pengajian beliau seringkali memberikan hadiah uang ataupun kitab bagi santri yang bisa menjawab pertanyaan darinya. Terkadang beliau langsung memberikan uang kadeudeuh kepada para santri yang menghadap beliau untuk suatu hal, beliau selalu mengeluarkan uang secara langsung dari sakunya berapapun nominal uang yang ada di saku beliau. Saya sendiri sebagai santri sering mendapatkannya apalagi ketika berani maju untuk membaca kitab kuning. Yang paling diingat adalah bagaimana cara mengajar beliau untuk memotivasi para santrinya baik dengan mengajukan pertanyaan yang unik ataupun menceritakan kisah para sahabat dalam mencari ilmu.

Sifat jenius dan keberanian menyuarakan kebenaran turun dari sifat ayahnya yaitu Mama Fadlill. Ayah beliau yang dikenal pemberani bernama lengkap Achmad Husni Fadlil atau yang dikenal dengan Mama Fadlil Cidewa. Beliau adalah salah seorang putra dari Antaperaja atau yang dikenal kyai Siradj Tjigalugur, Mama Antaperaja memiliki kakak antara lain Mama Mukasan, Mama Bangsadijaya atau yang sering disebut Haji Ghazali, kemudian Ibu Ruki, Mama Amdani dan Haji Mulya yang semuanya itu para putra dari Eyang Ruji Tjigalugur, dulunya Eyang Ruji berasal dari Sadewata Kawali (sumber cat. asli Pak Kyai) Ini baru dari salah satu jalur Ayah Kyai Irfan, belum dari yang lainnya. Mama Fadlil juga bersaudara dengan Kyai Haji Istikhari atau Mama Cipende. Banyak teman Mama Fadlil waktu itu, ada senior beliau sekaligus menjadi guru putranya yaitu KH Abdul Halim dan Kyai Achmad Sanusi, termasuk teman beliau mama Cintawana, KH Ishaq Farid. Postur tubuh Mama Fadlil tinggi besar, sering memakai jubah menurut salah satu sumber. Itu menunjukkan kepercayaan diri dan keberanian beliau karena beliau dibesarkan di masa-masa perjuangan dan kemerdekaan.
Kejeniusan dan keberanian ayahnya, Mama Fadlil terlihat dari cepatnya membuat terjemah Qasidah Burdah versi Sunda. Mama Fadlil lahir tahun 1908, lebih tua dari M. Siradj cijantung 1910, seusia dan semasa dengan KH Abdul Hamid langkaplancar dan masa wafat yang hampir sama, beliau pendiri al-Hamidiyah langkaplacar lahir 1908 beliau adalah salah satu gurunya Mama Khoer Afandi, lebih sepuh dari KH Ruchiyat Cipasung yang lahir tahun 1911, dan lebih muda 9 atau 8 tahun dari KH Zaenal Mustafa Sukamanah (pendiri pesantren Sukamanah) lahir 1899-1944.
Pada Bagian ketiga ini diceritakan perjalanan pemikiran dan karir putra Mama Fadlil yaitu Almaghfurlah KH Irfan Hielmy, yang nama kecilnya adalah Ibrahim Ahmad. Semasa mudanya setelah berkelana dan belajar sebentar-sebentar ke beberapa pesantren, beliau selalu outodidak atau mencari sendiri/belajar sendiri, menelaah sendiri. Pergulatan pemikiran rasionalitasnya selain dari beliau sangat fasih dalam Ilmu Manthiq juga sering bertahannus di kamar beliau, memberikan stabilo penebal dalam kitab yang dibacanya. Pemikiran cendekia beliau ditandai dengan kecintaan dan penguasaan beliau terhadap pemikiran ulama muslim yang
hebat
. Penamaan gedung-gedung di pesantrennya dengan tokoh muslim cendekia seperti Ibnu Shina, Ibnu Tufail, Ibnu Rusydi, al-Ghazali seperti menyiratkan itu semua. Beliau pengagum pemikiran al-Ghazali dan Imam Syafi’i. Pemikiran keislaman, keindonesiaan dan kemodernan sangat menonjol seperti halnya para cendekiawan muslim Indonesia ditandai dengan persahabatan beliau dengan Munawir Sadzali Mentri Agama sekaligus juga penggagas berdirinya MANPK madrasah calon Ulama.
Berbagai kitab-kitab baik yang klasik ataupun ushry, lintas madzhab dan aliran beliau baca untuk perbandingan. Pemikiran teknokrat beliau juga didapatkan dari pengalaman dan banyak membaca pemikiran dari pelbagai buku yang beredar waktu itu. Ketika beliau menjadi guru di SD kertaharja awal tahun sembilanbelas limapuluhan, waktu itu santer berita M. Natsir mengundurkan diri, maka sebagian buku-buku karya Natsir yang hampir empatpuluh lima judul buku itu telah dibacanya. Pola pikir beliau yang teknokrat menyebabkan beliau waktu itu menjadi Guru PGA Muhammadiyah tahun 1953 yang waktu itu dibuka oleh Kholil Afandi. Selanjutnya menjadi Guru PUI Cijantung dari tahun 1954 sebab beliau sangat paham tentang perjuangan organisasi Islam PUI dari pendirinya KH Abdul Halim Majalengka. Di tahun 1955 sampai dengan wafatnya (pada tahun 2010) dalam usia 22 tahun beliau menjadi Pengasuh Pesantren. Beliau juga seringkali bercerita tentang karya-karya Buya Hamka. Tahun 1960 – 1964, Pak kyai selalu membaca majalah Gema Islam yang berisi ceramah-ceramah buya Hamka, selain dari membaca karya Hamka yang lainnya seperti bukunya yng berjmlh 80 lebih judul buku. Judul Di Bawah Lindungan Kabah dan Tenggelamnya Kapal Vander Wijk (sering beluau sampaikan di kuliah shubuh), termasuk karya Pramudia Ananta T., beliau baca. Beliau juga sering baca majalah Panji Masyarakat yang pernah dibrendel. Pemikiran teknokrat beliau juga karena seringkali berdiskusi dengan Jendral Soedirman Panglima Brawijaya, putranya Basofi Soedirman pernah menjadi komandan Seskoad, di Kediri. Pak Kyai pertamakali bertemu dengannya tahun 1955 dan memahami keTNIan karena sering sharing dengannya. Pak Dirman ini berkunjung ke pesantren Darussalam Tahun 1972, 1979 dan 1984 waktu menginggal dibuatkan puisi Kandil Mestika Telah Sirna tahun 1993. Beliau juga jadi kepala Sekolah SD PUI Dewasari (1957-1964). Beliau pernah menjadi
Pembantu Imam Militer sejak tahun 1957.
Tahun 1962, beliau ikut Muktamar NU ke XXIII sebagai utusan cabang ciamis, dan ikut Bahsul Masail yang dipimpim M. Dahlan mantan Mentri Agama tentang berbagai hal termasuk tentang alKohol, muktamar dihadiri Sukarno bicara tentang kembalinya Irian Barat. Pada juli tahun 1967, ada Muktamar ke 24 NU pak kyai ikut dari Ciamis waktu itu diketua oleh Yakub Syarwani. Masa muda beliau waktu itu melintasi berbagai organisasi. Sehingga beliau berpesan kepada para santrinya. "Jadilah yang orang baik dan dipercaya di organisasi manapun". inilah sikap Moderat, Demokrat dan Diplomat yng dicitakan (Kang Dadang Gani)
 
BERSAMBUNG.......

Artikel Terkait Biografi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar Postingan