Perasaan dan emosi seseorang bersifat subyektif dan
temporer yang muncul dari suatu kebiasaan yang diperoleh selama masa
perkembangannya melalui pengalaman dari orang-orang dan lingkungannya. Perasaan
dan emosi seseorang membentuk suatu garis kontinum yang bergerak dari ujung
yang yang paling postif sampai dengan paling begatif, seperti: senang-tidak
senang (pleasant-unpleasent), suka-tidak suka (like-dislike),
tegang-lega (straining-relaxing), terangsang-tidak terangsang (exciting-subduing). Menurut Syamsu Yusuf (2003) emosi dapat dikelompokkan ke
dalam dua bagian yaitu: emosi sensoris dan emosi psikis. Emosi sensoris yaitu
emosi yang ditimbulkan oleh rangsangan dari luar terhadap tubuh, seperti rasa
dingin, manis, sakit, lelah, kenyang dan lapar. Emosi psikis yaitu emosi yang
mempunyai alasan-alasan kejiwaan, seperti : (1) perasaan intelektual, yang
berhubungan dengan ruang lingkup kebenaran; (2) perasaan sosial, yaitu perasaan
yang terkait dengan hubungan dengan orang lain, baik yang bersifat perorangan
maupun kelompok; (3) perasaan susila, yaitu perasaan yang berhubungan dengan
nilai-nilai baik dan buruk atau etika (moral); (4) perasaan keindahan, yaitu
perasaan yang berhubungan dengan keindahan akan sesuatu, baik yang bersifat
kebendaan maupun kerohanian; dan (5) perasaan ke-Tuhan-an, sebagai fitrah
manusia sebagai makhluk Tuhan (Homo Divinas) dan makhluk beragama (Homo
Religious). Sementara itu, Nana Syaodih Sukadinata (2005)
mengetengahkan tentang macam-macam emosi individu, diantaranya: (1) takut,
cemas dan khawatir. Ketiga macam emosi ini berkenaan dengan rasa terancam oleh
sesuatu; (2) marah dan permusuhan, yang merupakan suatu perayaan yang dihayati
seseorang atau sekelompok orang dengan kecenderungan untuk menyerang; (3) rasa
bersalah dan duka, yang merupakan emosi akibat dari kegagalan atau kesalahan
dalam melakukan perbuatan yang berkenaan norma; dan (4) cinta, yaitu jenis
emosi yang menurut Erich Fromm berkembang dari kesadaran manusia akan
keterpisahannya dengan yang lain, dan kebutuhan untuk mengatasi kecemasan
karena keterpisahan tersebut.
Setiap orang memiliki pola emosional masing-masing yang
berupa ciri-ciri atau karakteristik dari reaksi-reaksi perilakunya. Ada
individu yang mampu menampilkan emosinya secara stabil yang ditunjukkan dengan
kemampuan untuk mengontrol emosinya secara baik dan memiliki suasana hati yang
tidak terlau variatif dan fluktuatif. Sebaliknya, ada pula individu yang kurang
atau bahkan sama sekali tidak memiliki stabilitas emosi, biasanya cenderung
menunjukkan perubahan emosi yang cepat dan tidak dapat diduga-duga.
Tingkat kematangan emosi (emotional maturity)
seseorang dapat ditunjukkan melalui reaksi dan kontrol emosinya yang baik dan
pantas, sesuai dengan usianya. Adalah hal yang wajar bagi seorang anak kecil
usia 3-5 tahun, apabila dia merasa kecewa ketika tidak dipenuhi keinginannya
untuk dibelikan permen coklat atau mainan anak-anak dan kemudian
mengekspresikan emosinya dengan cara menangis dan berguling-guling di lantai.
Tetapi, akan menjadi hal yang berbeda, jika hal itu terjadi pada seorang remaja
atau dewasa dan jika hal itu benar-benar terjadi maka jelas dia belum
menunjukkan kematangan emosinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar