Selasa, 28 Mei 2013

Konsep Mastery Learning

Belajar tuntas atau mastery learning adalah suatu kerangka untuk perencanaan pengajaran secara berurutan yang diformulasikan oleh John B. Carroll (1971) dan Benjamin Bloom (1971). Pembelajaran tuntasm menyediakan suatu cara yang menarik dan ringkas yang kemungkinan dapat lebih meningkatkan pencapaian prestasi para siswa pada tingkat yang memuaskan di dalam sekolah. Pekerjaan terbaru telah mempertajam gagasan, dan kemungkinan pembuatan teknologi pengajaran kontemporer pada jaman ini. Inti gagasan secara teoritis dalam pembelajaran tuntas didasarkan pada John Carroll dalam perspektif yang menarik atas pengertian dari bakat. Biasanya, bakat kecerdasan sebagai karakteristik yang berhubungan dengan suatu prestasi siswa. Semakin cerdas seseorang, semakin tinggi kemungkinan ia untuk belajar. Carroll, memandang kecerdasan sebagai sejumlah waktu yang diambil seseorang untuk belajar, dibanding kapasitasnya untuk menguasai. Carroll berpandangan, bahwa para siswa dengan kecerdasan yang rendah berkenaan dengan hal tertentu terhadap macam pelajaran yang sederhana memerlukan waktu yang lebih panjang untuk menjangkau penguasaan dibanding dengan para siswa yang memiliki kecerdasan yang lebih tinggi. Pandangan ini optimis dalam pengertian bahwa mungkin untuk hampir semua para siswa dapat menguasai manakala diberi satu tujuan (sasaran hasil), jika waktu cukup (diberi kesempatan untuk belajar) disajikan bersama dengan materi dan pengajaran yang sesuai. Demikian pandangan mengenai kecerdasan menjadi utama sebagai pemandu banyak waktu belajar yang diperlukan. Kecerdasan juga menyarankan bagaimana cara pengajaran, sebab pelajar dari kecerdasan yang berbeda akan lebih efisien jika gaya pengajaran disesuaikan dengan bentuk keadaan siswa. (secara terminologi, beberapa kecerdasan adalah model- relevan- yang membantu memilih dan menyesuaikan dengan model). Carroll menyatakan bahwa ...if each student was allowed the time he needed to learn to some level and he spent the required learning time, then he could he expected to attain the level. However if the student was not allowed enough time, then the degree to which he could be expected to learn was a function of the ratio of the time acctually spent in learning to the time needed.. Dia berpendapat bahwa model pembelajaran tuntas tidak menerima perbedaan prestasi belajar sebagai konsekuensi adanya perbedaan bakat. Bakat hanyalah merupakan ukuran waktu yang diperlukan untuk mempelajari suatu tugas. Pembelajaran tuntas adalah pendekatan pembelajaran yang memberikan hasil belajar yang tuntas (mastering) kepada mayoritas siswa. Siswa dapat memperoleh hasil belajar maksimal dengan melaksanakan pembelajaran yang sistematis, yakni dengan mengorganisir tujuan dan bahan pelajaran, melaksanakan evaluasi dan memberikan bimbingan kepada siswa yang gagal mencapai tarap ketuntasan belajar sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.
Dua landasan belajar tuntas, yakni (1) semua atau hampir semua siswa dapat menguasai apa yang diajarkan kepadanya bila pengajaran dilakukan secara sistematis, (2) tingkat keberhasilan siswa di sekolah ditentukan oleh kemampuan bawaan yang dimiliki masing-masing. Carroll dalam Ali(1983:98) menyatakan bahwa bakat pada intinya bukanlah merupakan indeks dari tingkat kemampuan atau tingkat penguasaan yang dapat dipelajari siswa, melainkan ukuran kecepatan belajar; yakni sejumlah waktu yang diperlukan untuk belajar sampai pada suatu tingkat penguasaan tertentu dalam kondisi ideal. Selanjutnya Gronlund dalam Ali (1983:98) menyatakan bahwa untuk dapat mencapai hasil pembelajaran yang ideal tergantung pada tiga faktor yakni, 1) kejelasan pelajaran, 2) kebaikan urutan (sekuens) bahan, dan 3) keefektifan tes yang digunakan sebagai landasan catu balik atau feed back. Suhubungan dengan keberhasilan belajar, prestasi yang dicapai oleh siswa selain dipengaruhi oleh bakat, juga dipengaruhi oleh kesempatan belajar, kemampuan memahami pelajaran dan kualitas pengajaran. Bila pengajaran dilakukan menyediakan waktu yang cukup, maka hasil belajar seluruh atau hampir seluruh siswa dapat mencapai penguasaan penuh. Menurut Carroll, derajat tingkat pelajaran yang dicapai oleh siswa merupakan suatu fungsi waktu yang mengijinkan, ketekunan dari siswa, mutu pengajaran, kemampuan siswa untuk memahami pengajaran, dan kecerdasannya. Masalah di dalam pelaksanaan pengajaran memutuskan bagaimana cara mengorganisir kurikulum dan kelas sedemikian rupa, sehingga para siswa akan mempunyai waktu optimal, bermanfaat dari pengajaran yang baik, melalui ketekunan, dan menerima bantuan di dalam memahami pelajaran dan tugas.
Bloom mengubah pendangan Carroll ke dalam sebuah sistem dengan karakteristik sebagai berikut : penguasaan diidentifikasi dalam istilah yang menggambarkan tujuan utama dalam pembelajaran; Substansi dari pada bagian yang lebih besar dibagi dalam unit terkecil yang akan dipelajari; materi pelajaran diidentifikasi dan dipilih strategi pengajaran yang sesuai; Setiap unit disertai dengan test diagnostik untuk mengukur kemajuan perkembangan siswa (evaluasi formatif) dan mengidentifikasi permasalahan yang dihadapi masing­masing siswa. Kemajuan pengetahuan diumpan-balikkan kepada para siswa untuk sebagai penguatan; Hasil tes digunakan untuk memberikan pengajaran pengayaan dan remidial. (Bloom, 1971, p 47-63). Belajar tuntas menuntut pembelajaran individual. Siswa bekerja bebas dengan bahan ajar yang diberikan setiap hari (setiap beberapa hari), tergantung pada kemampuan dan gaya belajarnya. Jika pengajaran diatur dengan cara ini, Bloom percaya, waktu untuk belajar dapat disesuaikan dengan kecerdasan masing-masing siswa. Para siswa yang cerdas diberikan waktu untuk umpan balik terhadap kemajuan, semua dimonitor dengan bantuan tes.
Karakteristik pembelajaran tuntas, yakni:  Siswa dapat mencapai ketuntasan belajar jika belajar dilakukan secara optimal; Dapat meramalkan tingkat penguasaan dan waktu yang dibutuhkan terhadap suatu bahan yang dipelajari; Hasil belajar bergantung pada waktu yang digunakan secara nyata oleh siswa untuk mempelajari sesuatu dibandingkan dengan waktu yang dibutuhkan untuk mempelajarinya. Dalam kenyataannya waktu yang dibutuhkan dipengaruhi oleh karakteristik siswa dan karakteristik pengajaran; Siswa mencapai tingkat mastering dengan diberi kesempatan dan kualitas pengajaran yang berdiferensiasi; Pelajaran dipecah, yakni dengan memecah pelajaran dalam unit-unit kecil untuk jangka waktu satu atau dua minggu.

Artikel Terkait Kurikulum dan Pembelajaran

Komentar Postingan