Sebagai sebuah agama yang komprehensif dan secara lengkap mengatur segala aspek kehidupan manusia, agama Islam memiliki prinsip-prinsip mendasar yang secara khusus mengatur penjabaran visi, misi, kewajiban, fungsi, tugas, wewenang, tanggung jawab manusia dimuka bumi ini. Setiap pribadi yang mendapat amanah sebagai pemimpin harus tetap memegang prinsip-prinsip Islam yang sangat mulia. Sebagaimana firman-Nya : "Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu "(Al-Baqarah [2] :208). Berkaitan dengan kepemimpinan, Islam juga telah memberikan konsep dan prinsip yang lengkap dan sempurna. Diantara prinsip yang paling utama untuk membentuk pemimpin yang ideal adalah: (1) Prinsip Ibadah, Seorang pemimpin yang pada hakekatnya adalah makhluk ciptaan-Nya, maka sudah seharusnya dalam seluruh amal perbuatannya didasarkan pada tujuan utama ikhlas mencari ridha Allah SWT. Sebagaimana firman-Nya : "Dan tidak Ku ciptakan Jin dan Manusia kecuali untuk mengabdi kepada-Ku" (QS. Adz-Dzariyat [51] :56), dan juga pada ayat lain, "Dan hendaklah kamu beribadat kepada Allah saja dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apapun jua dan hendaklah kamu berbuat baik kepada kedua ibu bapa, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat, tetangga yang jauh, rekan sejawat, orang musafir yang terlantar dan juga hamba sahaya yang kamumiliki".(QS. An-Nisa' [4]: 36. (2) Prinsip Amanah, Seorang pemimpin yang mengaku beriman dan Islam, harus menjalankan 2 jenis amanah yang dibebankan kepadanya. Amanah yang pertama berasal dari Allah SWT dan Rasul-Nya. Yaitu kewajiban untuk menjalankan segala perintah Allah SWT dan Rasul-Nya, serta menjauhi segala larangan-Nya dan larangan Rasul-Nya. Menjalankan perintah dan menjauhi larangan itu, meliputi segala bidang, baik yang bersifat pibadi, maupun umum. Baik yang berhubungan langsung dengan Allah SWT (hablum minallah) yang mengandung aspek ritual, maupun yang berhubungan dengan sesama manusia (hablum minannas) yang mengandung aspek sosial. Amanah yang kedua adalah yang berasal dari manusia. Amanah ini meliputi berbagai hal yang menyangkut hajat hidup manusia sehari-hari, baik dalam urusan pribadi, maupun urusan bersama. Setiap individu yang mendapat amanah dari manusia untuk pemimpin mendapat beban amanah untuk mengurus, mengatur, memelihara dan melaksanakan kewajiban itu secara baik dan benar. Sebagaimana firman Allah SWT, "Hai orang-orang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul-Nya dan janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu sedangkan kamu mengetahui (akibatnya)" (QS. Al-Anfal [8]: 27-28), dan juga ayat-ayat lain yang bermakna sama. (3) Prinsip Profesionalitas, maksudnya adalah semua pekerjaan itu harus dilakukan berdasarkan dengan ilmu pengetahuan, sebagaimana firman Allah : "Dan janganlah kamu mengikuti sesuatu yang kamu tidak mempunyai pengetahuan mengenainya "(QS. Al-Isra' [17]: 36). Selain itu masih banyak ayat-ayat dalam Al Qu'an yang menggambar pentingnya ilmu, termasuk ayat yang pertama kali turun memerintahkan untuk iqra' (membaca). Nabi Muhammad SAW dalam salah satu hadist yang sudah sangat sering kita dengar mengatakan bahwa, "Jika suatu urusan diserahkan kepada orang yang bukan ahlinya (tidak memiliki kapasitas untuk mengembannya), maka tunggulah saat kehancurannya" (H.R. Bukhari bab Ilmu). Dan juga Imam Syafi'i yang merupakan salah satu ulama besar Islam mengatakan bahwa "barangsiapa yang menginginkan dunia maka hendaklah dengan ilmu, barangsiapa yang menginginkan akhirat maka hendaklah dengan ilmu, dan barangsiapa yang menginginkan dua-duanya maka hendaklah dengan ilmu." (Al-Majmu' Imam An-Nawawi). (4)Prinsip Keadilan, Allah SWT adalah yang Maha Adil dan sangat mencintai keadilan, hal itu dapat kita lihat dengan banyaknya perintah untuk berbuat adil di dalam Al Qur’an. Beberapa diantaranya adalah : "Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapa dan kaum kerabatmu. Jika ia kaya ataupun miskin, maka Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu memutar balikkan atau enggan menjadi saksi, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui segala apa yang kamu kerjakan."(QS. An-Nisa [4]: 135), dan juga "Katakanlah : Tuhanku menyuruh menjalankan keadilan. Dan : Luruskanlah muka mu di setiap sembahyang dan sembahlah Allah dengan mengikhlaskan keta'atanmu kepada-Nya. Sebagaimana Dia telah menciptakan kamu pada permulaan "(QS. Al-A'raaf [7]: 29). (5) Prinsip Etos Kerja / Kedisiplinan, Islam adalah agama yang mengajarkan kerja keras dan usaha disamping berdoa untuk mendapatkan apa yang diinginkan. Islam tidak pernah mengajarkan untuk hanya tinggal berharap dan berpangku tangan. Sebagaimana difirmankan oleh Allah SWT bahwa, "yang demikian itu karena sesungguhnya Allah sekali-kali tidak akan merubah sesuatu nikmat yang telah dianugerahkan-Nya kepada suatu kaum, hingga kaum itu merubah apa-apa yang ada pada diri mereka sendiri, dan sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui" (QS. Al-Anfal [8]: 53). Pada ayat :"Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi, dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah sebanyak-banyaknya supaya kamu beruntung" (QS. Al-Jumu'ah [62]: 10), Allah SWT memerintahkan kepada manusia untuk segera bekerja setelah beribadah dan tidak hanya pasrah dengan alasan zuhud atau tawakkal. Maha benar Allah SWT yang telah berfirman :" Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu dari negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari duniawi… "(QS. Al-Qashash [28] : 77). (6)Prinsip al-Akhlaq al-Qarimah, Sebagai seorang yang beriman sudah sepantasnya kita mencontoh Rasulullah SAW dalam seluruh aspek kehidupan terutama menyangkut masalah akhlak. Semua orang yang mengenal beliau, baik kawan maupun lawan pastilah akan memuji kemuliaan akhlak dan kepribadian beliau. Bahkan 'Aisyah istri beliau ketika ditanya tentang akhlak Rasulullah, mengatakan bahwa seperti al-Qur'an. Allah SWT sendiri dalam salah satu ayat memuji beliau dengan mengatakan : "Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung" (QS. Al-Qalam [68]: 4). Allah SWT juga telah menyampaikan kepada manusia apabila ingin memperoleh kebaikan di dunia dan akhirat agar mencontoh dan meneladani akhlak beliau, sebagaimana tersirat dalam ayat berikut, "Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu dan bagi orang yang mengharap Allah dan hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah " (QS. Al-Ahzab [33]: 21). Kepemimpinan transformasional dipandang sebagai kepemimpinan yang refresentatif dan sesuai dengan tuntutan zaman. Beberapa karakteristiknya telah mampu menggambarkan bagaimana sebuah organisasi dapat maju dan berkembang jika di pegang oleh pemimpin transformasional. Demikian halnya ketika dibandingkan dengan teori kepemimpinan Islam, kepemimpinan transformasioanal banyak memiliki kesamaan. Karakteristik kepemimpinan transformasional nampaknya merupakan bagian dari karakteristik kepemimpinan Islam. Diantaranya, Kepemimpinan transformasional bersesuaian dengan prinsip ilmu/profesionalitas, keadilan dan prinsip etos kerja/kedisiplinan. Disamping prinsip lainnya yang belum tersebut dalam paparan di atas. Namun, dalam beberapa hal, teori kepemimpinan transformasional masih perlu dilengkapi. Prinsip ibadah, amanah dan al-akhlaq al-karimah—sebagai contoh—tidak tersinggung di dalamnya. Nilai religius seperti ini hanya dimiliki oleh kepemimpinan Islam. Walaupun dalam kepemimpinan transformasional sangat memperhatikan nilai moral, hal ini tidak cukup. Sebab konsep moral sangat berbeda dengan prinsip al-akhlaq al-karimah. Mulyasana (2008: 2) mengatakan bahwa moral tidak mengenal dosa, yang dikenal dalam moral hanyalah penyesalan atau rasa bersalah. Dalam nilai-nilai religius, disamping mengandung nilai moral sosial (hablumminannas), juga mencakup nilai transendental (hablumminallah) yang akan mendasari segala nilai yang ada. Inilah yang sudah dicontohkan oleh Nabi Muhammad Saw. sebagai pemimpin efektif masa lalu yang harus diambil pelajarannya. Tanpa nilai transendental yang menghiasi pribadi pemimpin, maka kepemimpinan akan terasa hampa. Kecemasan yang mendalam dan stress yang berkepanjangan, sebagai contoh, bisa membuat moralitas seorang pemimpin menurun, bahkan hilang. Obat yang paling mujarab untuk itu tiada lain hanyalah nilai transendental, dalam wujud Iman kepada Allah Swt. dengan segala konsekuensinya. Kepemimpinan merupakan ujian dari Allah SWT, tanpa disertai keimanan yang kuat tidak mungkin bisa lulus menghadapinya. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT.:"Dan (ingatlah) ketika Ibrahim diuji oleh Tuhannya dengan beberapa kalimat (perintah dan larangan), lalu Ibrahim menunaikannya. Allah berfirman: "Sesuangguhnya Aku akan menjadikanmu imam bagi seluruh manusia. Ibrahim berkata: (Dan saya mohon juga) dari keturunanku. Allah berfirman: Janji-Ku ini tidak mengenai orang-orang yang dzalim"(QS. Al-Baqarah [2]: 124. Para ilmuwan dan pemikir Islam seharusnya berusaha lebih keras dalam melakukan pengembangan prinsip-prinsip kepemimpinan Islam, sehingga diharapkan nantinya dapat menjadi penyeimbang konsep kepemimpinan modern yang cenderung sekularistik. Konsep dan rumusan prinsip mulia yang dimiliki Islam apabila dapat diintegrasikan secara tepat dan cermat dengan konsep psikologi dan manajemen modern akan menghasilkan suatu konsep baru dalam menciptakan model kepemimpinan yang ideal. Seorang pemimpin tidak hanya dapat membawa organisasi yang dipimpinnya melesat maju, akan tetapi yang terpenting adalah bisa membawa kebaikan di dunia dan akhirat untuk dirinya dan orang lain.
Kamis, 05 April 2012
Kepemimpinan dalam Perspektif Islam
Dalam peradaban Islam seringkali kepemimpinan itu dimaknai dengan khilafah, imarah, riasah dan imamah dan pemimpinnya disebut khalifah, amiir, rois dan imam. Dalam postingan ini hanya akan membahas tentang imam. Imam asal katanya amma yaummu imaman yang bermakna berada di depan (amam), mengasuh (ummah), menyempurnakan (atammah), menenangkan (yanamma) yang berarti orang yang memimpin atau memberi petunjuk (yuqtada), Amir: Yang memberi perintah (seperti dalam ayat: Amarna mutrafiha) juga sesuatu yang mengagumkan (seperti dalam ayat: laqad ji'ta syai'an imra), Waliyy: Dekat, akrab, (jalasa mimma yali= duduk dengan orang di dekatnya); tempat memberikan loyalitas (Allahumma man waliya min amri ummati), Qadah/qiyadah: Penggiring ternak, orang yang memberi petunjuk, pemandu atau penunjuk jalan, Khalifah: Para fuqaha mendefinisikannya sebagai suatu kepemimpinan umum yang mencakup urusan keduniaan dan keagamaan, sebagaimana yang dilakukan oleh Nabi SAW yang wajib dipatuhi oleh seluruh umat Islam. Menurut Imam Al-Mawardi sama dengan al-Imamah, karena inilah asal dari kepemimpinan di masa Nabi SAW, yaitu untuk memimpin agama dan keduniaan. Menurut Ibnu Khaldun, pemimpin adalah penanggungjawab umum di mana seluruh urusan kemaslahatan syariat baik ukhrawiyyah maupun dunyawiyyah kembali kepadanya.(tanpa nama, 2007)
Sebagai sebuah agama yang komprehensif dan secara lengkap mengatur segala aspek kehidupan manusia, agama Islam memiliki prinsip-prinsip mendasar yang secara khusus mengatur penjabaran visi, misi, kewajiban, fungsi, tugas, wewenang, tanggung jawab manusia dimuka bumi ini. Setiap pribadi yang mendapat amanah sebagai pemimpin harus tetap memegang prinsip-prinsip Islam yang sangat mulia. Sebagaimana firman-Nya : "Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu "(Al-Baqarah [2] :208). Berkaitan dengan kepemimpinan, Islam juga telah memberikan konsep dan prinsip yang lengkap dan sempurna. Diantara prinsip yang paling utama untuk membentuk pemimpin yang ideal adalah: (1) Prinsip Ibadah, Seorang pemimpin yang pada hakekatnya adalah makhluk ciptaan-Nya, maka sudah seharusnya dalam seluruh amal perbuatannya didasarkan pada tujuan utama ikhlas mencari ridha Allah SWT. Sebagaimana firman-Nya : "Dan tidak Ku ciptakan Jin dan Manusia kecuali untuk mengabdi kepada-Ku" (QS. Adz-Dzariyat [51] :56), dan juga pada ayat lain, "Dan hendaklah kamu beribadat kepada Allah saja dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apapun jua dan hendaklah kamu berbuat baik kepada kedua ibu bapa, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat, tetangga yang jauh, rekan sejawat, orang musafir yang terlantar dan juga hamba sahaya yang kamumiliki".(QS. An-Nisa' [4]: 36. (2) Prinsip Amanah, Seorang pemimpin yang mengaku beriman dan Islam, harus menjalankan 2 jenis amanah yang dibebankan kepadanya. Amanah yang pertama berasal dari Allah SWT dan Rasul-Nya. Yaitu kewajiban untuk menjalankan segala perintah Allah SWT dan Rasul-Nya, serta menjauhi segala larangan-Nya dan larangan Rasul-Nya. Menjalankan perintah dan menjauhi larangan itu, meliputi segala bidang, baik yang bersifat pibadi, maupun umum. Baik yang berhubungan langsung dengan Allah SWT (hablum minallah) yang mengandung aspek ritual, maupun yang berhubungan dengan sesama manusia (hablum minannas) yang mengandung aspek sosial. Amanah yang kedua adalah yang berasal dari manusia. Amanah ini meliputi berbagai hal yang menyangkut hajat hidup manusia sehari-hari, baik dalam urusan pribadi, maupun urusan bersama. Setiap individu yang mendapat amanah dari manusia untuk pemimpin mendapat beban amanah untuk mengurus, mengatur, memelihara dan melaksanakan kewajiban itu secara baik dan benar. Sebagaimana firman Allah SWT, "Hai orang-orang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul-Nya dan janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu sedangkan kamu mengetahui (akibatnya)" (QS. Al-Anfal [8]: 27-28), dan juga ayat-ayat lain yang bermakna sama. (3) Prinsip Profesionalitas, maksudnya adalah semua pekerjaan itu harus dilakukan berdasarkan dengan ilmu pengetahuan, sebagaimana firman Allah : "Dan janganlah kamu mengikuti sesuatu yang kamu tidak mempunyai pengetahuan mengenainya "(QS. Al-Isra' [17]: 36). Selain itu masih banyak ayat-ayat dalam Al Qu'an yang menggambar pentingnya ilmu, termasuk ayat yang pertama kali turun memerintahkan untuk iqra' (membaca). Nabi Muhammad SAW dalam salah satu hadist yang sudah sangat sering kita dengar mengatakan bahwa, "Jika suatu urusan diserahkan kepada orang yang bukan ahlinya (tidak memiliki kapasitas untuk mengembannya), maka tunggulah saat kehancurannya" (H.R. Bukhari bab Ilmu). Dan juga Imam Syafi'i yang merupakan salah satu ulama besar Islam mengatakan bahwa "barangsiapa yang menginginkan dunia maka hendaklah dengan ilmu, barangsiapa yang menginginkan akhirat maka hendaklah dengan ilmu, dan barangsiapa yang menginginkan dua-duanya maka hendaklah dengan ilmu." (Al-Majmu' Imam An-Nawawi). (4)Prinsip Keadilan, Allah SWT adalah yang Maha Adil dan sangat mencintai keadilan, hal itu dapat kita lihat dengan banyaknya perintah untuk berbuat adil di dalam Al Qur’an. Beberapa diantaranya adalah : "Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapa dan kaum kerabatmu. Jika ia kaya ataupun miskin, maka Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu memutar balikkan atau enggan menjadi saksi, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui segala apa yang kamu kerjakan."(QS. An-Nisa [4]: 135), dan juga "Katakanlah : Tuhanku menyuruh menjalankan keadilan. Dan : Luruskanlah muka mu di setiap sembahyang dan sembahlah Allah dengan mengikhlaskan keta'atanmu kepada-Nya. Sebagaimana Dia telah menciptakan kamu pada permulaan "(QS. Al-A'raaf [7]: 29). (5) Prinsip Etos Kerja / Kedisiplinan, Islam adalah agama yang mengajarkan kerja keras dan usaha disamping berdoa untuk mendapatkan apa yang diinginkan. Islam tidak pernah mengajarkan untuk hanya tinggal berharap dan berpangku tangan. Sebagaimana difirmankan oleh Allah SWT bahwa, "yang demikian itu karena sesungguhnya Allah sekali-kali tidak akan merubah sesuatu nikmat yang telah dianugerahkan-Nya kepada suatu kaum, hingga kaum itu merubah apa-apa yang ada pada diri mereka sendiri, dan sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui" (QS. Al-Anfal [8]: 53). Pada ayat :"Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi, dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah sebanyak-banyaknya supaya kamu beruntung" (QS. Al-Jumu'ah [62]: 10), Allah SWT memerintahkan kepada manusia untuk segera bekerja setelah beribadah dan tidak hanya pasrah dengan alasan zuhud atau tawakkal. Maha benar Allah SWT yang telah berfirman :" Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu dari negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari duniawi… "(QS. Al-Qashash [28] : 77). (6)Prinsip al-Akhlaq al-Qarimah, Sebagai seorang yang beriman sudah sepantasnya kita mencontoh Rasulullah SAW dalam seluruh aspek kehidupan terutama menyangkut masalah akhlak. Semua orang yang mengenal beliau, baik kawan maupun lawan pastilah akan memuji kemuliaan akhlak dan kepribadian beliau. Bahkan 'Aisyah istri beliau ketika ditanya tentang akhlak Rasulullah, mengatakan bahwa seperti al-Qur'an. Allah SWT sendiri dalam salah satu ayat memuji beliau dengan mengatakan : "Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung" (QS. Al-Qalam [68]: 4). Allah SWT juga telah menyampaikan kepada manusia apabila ingin memperoleh kebaikan di dunia dan akhirat agar mencontoh dan meneladani akhlak beliau, sebagaimana tersirat dalam ayat berikut, "Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu dan bagi orang yang mengharap Allah dan hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah " (QS. Al-Ahzab [33]: 21). Kepemimpinan transformasional dipandang sebagai kepemimpinan yang refresentatif dan sesuai dengan tuntutan zaman. Beberapa karakteristiknya telah mampu menggambarkan bagaimana sebuah organisasi dapat maju dan berkembang jika di pegang oleh pemimpin transformasional. Demikian halnya ketika dibandingkan dengan teori kepemimpinan Islam, kepemimpinan transformasioanal banyak memiliki kesamaan. Karakteristik kepemimpinan transformasional nampaknya merupakan bagian dari karakteristik kepemimpinan Islam. Diantaranya, Kepemimpinan transformasional bersesuaian dengan prinsip ilmu/profesionalitas, keadilan dan prinsip etos kerja/kedisiplinan. Disamping prinsip lainnya yang belum tersebut dalam paparan di atas. Namun, dalam beberapa hal, teori kepemimpinan transformasional masih perlu dilengkapi. Prinsip ibadah, amanah dan al-akhlaq al-karimah—sebagai contoh—tidak tersinggung di dalamnya. Nilai religius seperti ini hanya dimiliki oleh kepemimpinan Islam. Walaupun dalam kepemimpinan transformasional sangat memperhatikan nilai moral, hal ini tidak cukup. Sebab konsep moral sangat berbeda dengan prinsip al-akhlaq al-karimah. Mulyasana (2008: 2) mengatakan bahwa moral tidak mengenal dosa, yang dikenal dalam moral hanyalah penyesalan atau rasa bersalah. Dalam nilai-nilai religius, disamping mengandung nilai moral sosial (hablumminannas), juga mencakup nilai transendental (hablumminallah) yang akan mendasari segala nilai yang ada. Inilah yang sudah dicontohkan oleh Nabi Muhammad Saw. sebagai pemimpin efektif masa lalu yang harus diambil pelajarannya. Tanpa nilai transendental yang menghiasi pribadi pemimpin, maka kepemimpinan akan terasa hampa. Kecemasan yang mendalam dan stress yang berkepanjangan, sebagai contoh, bisa membuat moralitas seorang pemimpin menurun, bahkan hilang. Obat yang paling mujarab untuk itu tiada lain hanyalah nilai transendental, dalam wujud Iman kepada Allah Swt. dengan segala konsekuensinya. Kepemimpinan merupakan ujian dari Allah SWT, tanpa disertai keimanan yang kuat tidak mungkin bisa lulus menghadapinya. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT.:"Dan (ingatlah) ketika Ibrahim diuji oleh Tuhannya dengan beberapa kalimat (perintah dan larangan), lalu Ibrahim menunaikannya. Allah berfirman: "Sesuangguhnya Aku akan menjadikanmu imam bagi seluruh manusia. Ibrahim berkata: (Dan saya mohon juga) dari keturunanku. Allah berfirman: Janji-Ku ini tidak mengenai orang-orang yang dzalim"(QS. Al-Baqarah [2]: 124. Para ilmuwan dan pemikir Islam seharusnya berusaha lebih keras dalam melakukan pengembangan prinsip-prinsip kepemimpinan Islam, sehingga diharapkan nantinya dapat menjadi penyeimbang konsep kepemimpinan modern yang cenderung sekularistik. Konsep dan rumusan prinsip mulia yang dimiliki Islam apabila dapat diintegrasikan secara tepat dan cermat dengan konsep psikologi dan manajemen modern akan menghasilkan suatu konsep baru dalam menciptakan model kepemimpinan yang ideal. Seorang pemimpin tidak hanya dapat membawa organisasi yang dipimpinnya melesat maju, akan tetapi yang terpenting adalah bisa membawa kebaikan di dunia dan akhirat untuk dirinya dan orang lain.
Sebagai sebuah agama yang komprehensif dan secara lengkap mengatur segala aspek kehidupan manusia, agama Islam memiliki prinsip-prinsip mendasar yang secara khusus mengatur penjabaran visi, misi, kewajiban, fungsi, tugas, wewenang, tanggung jawab manusia dimuka bumi ini. Setiap pribadi yang mendapat amanah sebagai pemimpin harus tetap memegang prinsip-prinsip Islam yang sangat mulia. Sebagaimana firman-Nya : "Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu "(Al-Baqarah [2] :208). Berkaitan dengan kepemimpinan, Islam juga telah memberikan konsep dan prinsip yang lengkap dan sempurna. Diantara prinsip yang paling utama untuk membentuk pemimpin yang ideal adalah: (1) Prinsip Ibadah, Seorang pemimpin yang pada hakekatnya adalah makhluk ciptaan-Nya, maka sudah seharusnya dalam seluruh amal perbuatannya didasarkan pada tujuan utama ikhlas mencari ridha Allah SWT. Sebagaimana firman-Nya : "Dan tidak Ku ciptakan Jin dan Manusia kecuali untuk mengabdi kepada-Ku" (QS. Adz-Dzariyat [51] :56), dan juga pada ayat lain, "Dan hendaklah kamu beribadat kepada Allah saja dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apapun jua dan hendaklah kamu berbuat baik kepada kedua ibu bapa, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat, tetangga yang jauh, rekan sejawat, orang musafir yang terlantar dan juga hamba sahaya yang kamumiliki".(QS. An-Nisa' [4]: 36. (2) Prinsip Amanah, Seorang pemimpin yang mengaku beriman dan Islam, harus menjalankan 2 jenis amanah yang dibebankan kepadanya. Amanah yang pertama berasal dari Allah SWT dan Rasul-Nya. Yaitu kewajiban untuk menjalankan segala perintah Allah SWT dan Rasul-Nya, serta menjauhi segala larangan-Nya dan larangan Rasul-Nya. Menjalankan perintah dan menjauhi larangan itu, meliputi segala bidang, baik yang bersifat pibadi, maupun umum. Baik yang berhubungan langsung dengan Allah SWT (hablum minallah) yang mengandung aspek ritual, maupun yang berhubungan dengan sesama manusia (hablum minannas) yang mengandung aspek sosial. Amanah yang kedua adalah yang berasal dari manusia. Amanah ini meliputi berbagai hal yang menyangkut hajat hidup manusia sehari-hari, baik dalam urusan pribadi, maupun urusan bersama. Setiap individu yang mendapat amanah dari manusia untuk pemimpin mendapat beban amanah untuk mengurus, mengatur, memelihara dan melaksanakan kewajiban itu secara baik dan benar. Sebagaimana firman Allah SWT, "Hai orang-orang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul-Nya dan janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu sedangkan kamu mengetahui (akibatnya)" (QS. Al-Anfal [8]: 27-28), dan juga ayat-ayat lain yang bermakna sama. (3) Prinsip Profesionalitas, maksudnya adalah semua pekerjaan itu harus dilakukan berdasarkan dengan ilmu pengetahuan, sebagaimana firman Allah : "Dan janganlah kamu mengikuti sesuatu yang kamu tidak mempunyai pengetahuan mengenainya "(QS. Al-Isra' [17]: 36). Selain itu masih banyak ayat-ayat dalam Al Qu'an yang menggambar pentingnya ilmu, termasuk ayat yang pertama kali turun memerintahkan untuk iqra' (membaca). Nabi Muhammad SAW dalam salah satu hadist yang sudah sangat sering kita dengar mengatakan bahwa, "Jika suatu urusan diserahkan kepada orang yang bukan ahlinya (tidak memiliki kapasitas untuk mengembannya), maka tunggulah saat kehancurannya" (H.R. Bukhari bab Ilmu). Dan juga Imam Syafi'i yang merupakan salah satu ulama besar Islam mengatakan bahwa "barangsiapa yang menginginkan dunia maka hendaklah dengan ilmu, barangsiapa yang menginginkan akhirat maka hendaklah dengan ilmu, dan barangsiapa yang menginginkan dua-duanya maka hendaklah dengan ilmu." (Al-Majmu' Imam An-Nawawi). (4)Prinsip Keadilan, Allah SWT adalah yang Maha Adil dan sangat mencintai keadilan, hal itu dapat kita lihat dengan banyaknya perintah untuk berbuat adil di dalam Al Qur’an. Beberapa diantaranya adalah : "Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapa dan kaum kerabatmu. Jika ia kaya ataupun miskin, maka Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu memutar balikkan atau enggan menjadi saksi, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui segala apa yang kamu kerjakan."(QS. An-Nisa [4]: 135), dan juga "Katakanlah : Tuhanku menyuruh menjalankan keadilan. Dan : Luruskanlah muka mu di setiap sembahyang dan sembahlah Allah dengan mengikhlaskan keta'atanmu kepada-Nya. Sebagaimana Dia telah menciptakan kamu pada permulaan "(QS. Al-A'raaf [7]: 29). (5) Prinsip Etos Kerja / Kedisiplinan, Islam adalah agama yang mengajarkan kerja keras dan usaha disamping berdoa untuk mendapatkan apa yang diinginkan. Islam tidak pernah mengajarkan untuk hanya tinggal berharap dan berpangku tangan. Sebagaimana difirmankan oleh Allah SWT bahwa, "yang demikian itu karena sesungguhnya Allah sekali-kali tidak akan merubah sesuatu nikmat yang telah dianugerahkan-Nya kepada suatu kaum, hingga kaum itu merubah apa-apa yang ada pada diri mereka sendiri, dan sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui" (QS. Al-Anfal [8]: 53). Pada ayat :"Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi, dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah sebanyak-banyaknya supaya kamu beruntung" (QS. Al-Jumu'ah [62]: 10), Allah SWT memerintahkan kepada manusia untuk segera bekerja setelah beribadah dan tidak hanya pasrah dengan alasan zuhud atau tawakkal. Maha benar Allah SWT yang telah berfirman :" Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu dari negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari duniawi… "(QS. Al-Qashash [28] : 77). (6)Prinsip al-Akhlaq al-Qarimah, Sebagai seorang yang beriman sudah sepantasnya kita mencontoh Rasulullah SAW dalam seluruh aspek kehidupan terutama menyangkut masalah akhlak. Semua orang yang mengenal beliau, baik kawan maupun lawan pastilah akan memuji kemuliaan akhlak dan kepribadian beliau. Bahkan 'Aisyah istri beliau ketika ditanya tentang akhlak Rasulullah, mengatakan bahwa seperti al-Qur'an. Allah SWT sendiri dalam salah satu ayat memuji beliau dengan mengatakan : "Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung" (QS. Al-Qalam [68]: 4). Allah SWT juga telah menyampaikan kepada manusia apabila ingin memperoleh kebaikan di dunia dan akhirat agar mencontoh dan meneladani akhlak beliau, sebagaimana tersirat dalam ayat berikut, "Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu dan bagi orang yang mengharap Allah dan hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah " (QS. Al-Ahzab [33]: 21). Kepemimpinan transformasional dipandang sebagai kepemimpinan yang refresentatif dan sesuai dengan tuntutan zaman. Beberapa karakteristiknya telah mampu menggambarkan bagaimana sebuah organisasi dapat maju dan berkembang jika di pegang oleh pemimpin transformasional. Demikian halnya ketika dibandingkan dengan teori kepemimpinan Islam, kepemimpinan transformasioanal banyak memiliki kesamaan. Karakteristik kepemimpinan transformasional nampaknya merupakan bagian dari karakteristik kepemimpinan Islam. Diantaranya, Kepemimpinan transformasional bersesuaian dengan prinsip ilmu/profesionalitas, keadilan dan prinsip etos kerja/kedisiplinan. Disamping prinsip lainnya yang belum tersebut dalam paparan di atas. Namun, dalam beberapa hal, teori kepemimpinan transformasional masih perlu dilengkapi. Prinsip ibadah, amanah dan al-akhlaq al-karimah—sebagai contoh—tidak tersinggung di dalamnya. Nilai religius seperti ini hanya dimiliki oleh kepemimpinan Islam. Walaupun dalam kepemimpinan transformasional sangat memperhatikan nilai moral, hal ini tidak cukup. Sebab konsep moral sangat berbeda dengan prinsip al-akhlaq al-karimah. Mulyasana (2008: 2) mengatakan bahwa moral tidak mengenal dosa, yang dikenal dalam moral hanyalah penyesalan atau rasa bersalah. Dalam nilai-nilai religius, disamping mengandung nilai moral sosial (hablumminannas), juga mencakup nilai transendental (hablumminallah) yang akan mendasari segala nilai yang ada. Inilah yang sudah dicontohkan oleh Nabi Muhammad Saw. sebagai pemimpin efektif masa lalu yang harus diambil pelajarannya. Tanpa nilai transendental yang menghiasi pribadi pemimpin, maka kepemimpinan akan terasa hampa. Kecemasan yang mendalam dan stress yang berkepanjangan, sebagai contoh, bisa membuat moralitas seorang pemimpin menurun, bahkan hilang. Obat yang paling mujarab untuk itu tiada lain hanyalah nilai transendental, dalam wujud Iman kepada Allah Swt. dengan segala konsekuensinya. Kepemimpinan merupakan ujian dari Allah SWT, tanpa disertai keimanan yang kuat tidak mungkin bisa lulus menghadapinya. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT.:"Dan (ingatlah) ketika Ibrahim diuji oleh Tuhannya dengan beberapa kalimat (perintah dan larangan), lalu Ibrahim menunaikannya. Allah berfirman: "Sesuangguhnya Aku akan menjadikanmu imam bagi seluruh manusia. Ibrahim berkata: (Dan saya mohon juga) dari keturunanku. Allah berfirman: Janji-Ku ini tidak mengenai orang-orang yang dzalim"(QS. Al-Baqarah [2]: 124. Para ilmuwan dan pemikir Islam seharusnya berusaha lebih keras dalam melakukan pengembangan prinsip-prinsip kepemimpinan Islam, sehingga diharapkan nantinya dapat menjadi penyeimbang konsep kepemimpinan modern yang cenderung sekularistik. Konsep dan rumusan prinsip mulia yang dimiliki Islam apabila dapat diintegrasikan secara tepat dan cermat dengan konsep psikologi dan manajemen modern akan menghasilkan suatu konsep baru dalam menciptakan model kepemimpinan yang ideal. Seorang pemimpin tidak hanya dapat membawa organisasi yang dipimpinnya melesat maju, akan tetapi yang terpenting adalah bisa membawa kebaikan di dunia dan akhirat untuk dirinya dan orang lain.