Kamis, 05 April 2012

Kepemimpinan Transformasional

Creech (1996: 342) mengatakan bahwa tidak ada suatu kelompok pun yang buruk, melainkan hanyalah pemimpin yang buruk. Kegagalan sebuah organisasi bergantung kuat pada kesiapan seorang pemimpin. Disampin itu, Stephen R. Covey (1989) menguraikan bahwa faktor terpenting keberhasilan suatu organisasi sangat ditentukan oleh pemipinnya. Pemimpin yang efektif akan dapat memotivasi seluruh perangkat personalnya untuk memajukan organisasi dan mencapai tujuan organisasi dengan baik.
Seorang pemimpinlah yang menentukan jalannya sebuah organisasi, sasaran-sasaran yang ingin dicapai baik internal maupun eksternal, aset dan skill yang diperlukan, kesempatan dan resiko yang dihadapi. Pemimpin adalah ahli strategi yang memastikan bahwa sasaran organisasi akan dapat tercapai. Dalam hal ini perubahan sosial, inovasi tekhnologi dan meningkatnya kompetisi merupakan tantangan yang harus dihadapi oleh setiap pemimpin. (Watson, 1996). Fungsi kepemimpinan dalam suatu organisasi tidak dapat dibantah merupakan suatu hal yang sangat penting bagi keberadaan dan kemajuan organisasi yang bersangkutan. Oleh karena itu, memahami teori-teori kepemimpinan sangat besar artinya untuk mengkaji sejauh mana teori-teori tersebut dapat diaplikasikan secara efektif serta menunjang produktivitas organisasi secara keseluruhan
Menyadari peran pemimpin yang sangat sentral dalam organisasi, para ahli berusaha melakukan berbagai macam penelitian untuk mendapatkan kriteria-kriteria pemimpin yang terbaik. Telah banyak teori-teori kepemimpinan yang ditulis oleh para ahli, baik dalam maupun luar negeri. Namun cukup disayangkan aspek yang dibahas sebagian besar hanya dari sisi manajemen dan bidang keahlian saja. Sehingga konsep yang dihasilkan cenderung mengasingkan manusia dari manusia di sekitarnya. Manajemen modern juga menganggap tenaga kerja merupakan faktor produksi belaka sehingga menciptakan manusia-manusia yang semakin hari semakin terasing dari kodratnya yang paling utama yaitu sebagai abdi Allah SWT.
Dewasa ini terdapat dua jenis kepemimpinan yang dianggap representatif dengan tuntutan zaman yaitu kepemimpinan transformasional dan transaksional. Dua jenis kepemimpinan ini memiliki titik konsentrasi yang khas sesuai dengan jenis permasalahan dan mekanisme kerja yang diserahkan kepada bawahan.
Teori kepemimpina transformasional merupakan pendekatan yang hangat dibicarakan selama dua dekade terakhir ini. Ide tentang teori tersebut pertama kali dimunculkan oleh james McGregor Burns (1978) dalam bahasannya tentang keoemimpinan politis. Dalam tulisannaya dijelaskan bahwa kepemimpinan transformasional merupakan sebuah proses di mana para pemimpin dan pengikut saling menaikkan diri ketingkat moralitas dan motivasi yang lebih tinggi. Teori tentang kepemimpinan ini kemudian dikembangkan oleh tokoh-tokoh lainnya, seperti: Bass, 1995,1996; Bennis dan Nanus, 1985; Sashkin dan Fulmer, 1988; serta Tichy dan Devanna, 1986. Semua teori yang mereka bawa menjelaskan kepemimpinan sebagai proses mempengaruhi komotmen untuk sasaran bersamadan memberikan wewenang para pengikut untuk mencapainya. (Yukl, 2007: 290-291)Para pemimpin transformasional mencoba menimbulkan kesadaran para pengikut dengan menyerukan cita-cita yang lebih tinggi dan nilai-nilai moral seperti kemerdekaan, keadilan dan kemanusiaan, bukan didasarkan atas emosi seperti keserakahan, kecemburuan atau kebencian. Kepemimpinan transformasional berkaitan dengan nilai-nilai yang relevan bagi proses pertukaran (perubahan), seperti kejujuran, keadilan dan tanggung jawab yang justru nilai seperti ini hal yang sangat sulit ditemui di Indonesia. Pemimpin transformasional adalah agen perubahan dan bertindak sebagai katalisator. Dengan demikian, pemimpin transformasional merupakan pemimpin yang memberi peran mengubah sistem ke arah yang lebih baik, dengan cara meningkatkan segala sumber daya manusia yang ada. Seorang pemimpin transformasional berusaha memberikan reaksi yang menimbulkan semangat dan daya kerja cepat semaksimal mungkin, selalu tampil sebagai pelopor dan pembawa perubahan. Menurut Covey (1989) dan Peters (1992), seorang pemimpin transformasional memiliki visi yang jelas, memiliki gambaran holistik tentang bagaimana organisasi di masa depan ketika semua tujuan dan sasarannya telah tercapai, oleh karena itu, pemimpin transformasional merupakan pemimpin yang visioner. . Disamping itu, seorang pemimpin transformasional dapat diukur dalam hubungannya dengan efek pemimpin tersebut terhadap para pengikutnya. Para pengikut seorang pemimpin transformasional merasa adanya kepercayaan, kekaguman, kesetiaan dan hormat terhadap pemimpin tersebut dan mereka termotivasi untuk melakukan lebih daripada yang awalnya diharapkan terhadap mereka.
Berkaitan dengan kepemimpinan transformasional, Bass (1985) mengemukakan adanya empat karakteristik kepemimpinan transformasional, yaitu: karisma, motivasi inspirasional, stimulasi intelektual, dan perhatian individual. Kharisma dapat didefinisikan sebagai sebuah proses dimana seorang pemimpin mempengaruhi para pengikut dengan menimbulkan emosi-emosi yang kuat dan identifikasi dengan pemimpin tersebut. Stimulasi intelektual adalah sebuah proses dimana para pemimpin meningkatkan kesadaran para pengikut terhadap masalah-masalah dan mempengaruhi para pengikut untuk memandang masalah-masalah dari prespektif yang baru. Perhatian yang individual termasuk memberikan dukungan, membesarkan hati dan memberi pengalaman-pengalaman tentang pengembangan diri kepada pengikut.. Sedangkan motivasi inspirasional meliputi penyampaian visi yang menarik, dengan menggunakan simbol untuk memfokuskan upaya bawahan dan membuat model prilaku yang tepat. Secara umum, karakteristik inti yang dimiliki seorang pemimpin transformasional dapat disimpulkan sebagai berikut: (a) Memberikan perhatian kepada pemngikut, membangun hubungan dengan penuh perhatian dengan masing-masing individu, berfokus pada kebutuhan perseorangan, serta memberikan kesempatan dan tantangan untuk menjadi pembelajar. Dalam kondisi demikian, pengikut akan terdorong untuk mengembangkan keahlian dan berani mengambil inisiatif, merasa percaya dan menghargai pimpinannya; (b) Mampu mendorong imajinasi dan kreatifitas pengikut dengan mau meninggalkan cara-cara lama yang tidak sesuai. Pemimpin tersebut juga mampu mendorong timbulnya ide-ide baru, mempertanyakan segala sesuatu termasuk kemampuan yang telah terwujud, dan mendorong pengikut untuk mampu menyelesaikan masalah di dalam organisasi; (c) Mampu menciptakan gambaran masa depan dengan optimis dan dapat dicapai. Pemimpin harus menyusun harapan yang tinggi, selalu berusaha secara maksimal, dan mampu mengkomunikasikan visi kepada pengikutnya. (d) Mampu menjadi contoh atau teladan bagi pengikutnya dengan menunjukkan sasaran yang harus dicapai, menganut etika dan moral yang tinggi, rela berkorban demi mencapai keberhasilan organisasi.

Artikel Terkait Manajemen Pendidikan dan Kepemimpinan

Komentar Postingan