Sabtu, 04 September 2010

Analisis Konteks Pendidikan Madrasah dalam KTSP

ANALISIS KONTEKS PENDIDIKAN MADRASAH DALAM KTSP

Kurikulum merupakan bagian penting dalam penyelenggaraan pendidikan. Secara sistem kurikulum terdiri dari berbagai komponen yang saling berhubungan dan mempengaruhi. Komponen tersebuat adalah tujuan, materi, metode, dan evaluasi.
Dari keempat komponen kurikulum tersebut, tujuan atau kompetensi dasar dijadikan fokus utama dalam pengembangan, artinya ketiga komponen lainnya harus dikembangkan dengan mengacu pada komponen tujuan. Dalam KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) guru harus memahami bagaimana mengembangkan kutikulum yang sesuai dengan tingkat satuan pendidikan masing-masing. Artinya guru harus dapat mengembangkan Silabus dan Rencana Program Pembelajaran (RPP) sesuai dengan hakikat Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)

Kurikulum merupakan alat untuk mencapai tujuan pendidikan, itu sebabnya dalam lembaga pendidikan harus selalu ada kurikulum. Pengembangan kurikulum suatu lembaga pendidikan akan selalu dipengaruhi oleh visi misi lembaga pendidikan yang bersangkutan. Dalam prosesnya sangat dipengaruhi oleh kemampuan lembaga pendidikan yang bersangkutan khususnya oleh kemampuan guru dalam merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi kurikulum. Pengembangan kurikukum yang dilakukan guru di Madrasah adalah mengembangkan silabus dan mengembangkan rencana pembelajaran. Oleh karena itu guru perlu memahami apa yang dimksud kurikulum dan apa yang dimaksud dengan perencanaan pembelajaran.

Pengertian kurikulum
Pada awalnya istilah kurikulum (curriculum) digunakan dalam dunia olahraga berasal dari kata curir (pelari) dan curere (tempat berpacu). Saat itu kurikulum diartikan sebagai jarak yang harus ditempuh oleh seorang pelari mulai dari start sampai finish untuk memperoleh medali/penghargaan. Istilah kurikulum selanjutnya diterapkan dalam dunia pendidikan menjadi sejumlah mata pelajaran (subject) yang harus ditempuh oleh seorang siswa dari awal sampai akhir program pelajaran untuk memperoleh ijazah. Pengertian tersebut dianggap sudah tidak sesuai dengan perkembangan kurikulum. Banyak pengertian kurikulum yang dikemukakan oleh para ahli, tetapi dalam bahasan ini beberapa pendapat ahli yang mengemukakan pengertian kurikulum di antaranya : Kurikulum adalah suatu perencanaan untuk kegiatan belajar, bagaimana mengembangan proses belajar siswa dan bagaimana mengembangkan kemampuan siswa secara individu (Hilda Taba, 1962); Kurikulum merupakan sejumlah mata pelajaran atau ilmu pengetahuan yang harus ditempuh oleh siswa untuk mencapai suatu tingkat tertentu atau untuk memperoleh ijazah (Robert Zais, 1976;7); Kurikulum adalah suatu rencana yang memberikan pedoman dalam proses belajar mengajar. Dengan kata lain, kurikulum adalah rencana pendidikan atau pembelajaran (Mc. Donald (1965;3); Kurikulum diartikan sebagai semua kegiatan anak didik yang direncanakan dan disediakan oleh sekolah (Beauchamp, 1964;4). Kegiatan yang dimaksud adalah seluruh pengalaman siswa di sekolah, baik pengalaman intelektual, emosional, sosial, maupun pengalaman lainnya.; Sekarang istilah kurikulum memiliki empat dimensi pengertian, di mana satu dimensi dengan dimensi lainnya saling berhubungan. Keempat dimensi kurikulum tersebut yaitu: (1) Kurikulum sebagai suatu ide/gagasan, (2) Kurikulum sebagai suatu rencana tertulis yang sebenamya merupakan perwujudan dari kurikulum sebagai suatu ide, (3) Kurikulum sebagai suatu kegiatan yang sering pula disebut dengan istilah kurikulum sebagai suatu realita atau implementasi kurikulum. Secara teoretis, dimensi kurikulum ini adalah pelaksanaan dari kurikulum sebagai suatu rencana tertulis. (4) Kurikulum sebagai suatu hasil yang merupakan konsekuensi dari kurikulum sebagai suatu kegiatan. Masih banyak pengertian kurikulum dikemukakan oleh para ahli tetapi dalam modul ini diusahakan Anda dapat memahami dan menyimpulkan dari pengertian tersebut sehingga secara implementasi Anda tidak mendapat kesulitan dalam penerapan kurikulum di madrasah. Kurikulum dapat dikatakan sebagai segala upaya sekolah/madrasah untuk mempengaruhi siswa supaya belajar, baik dalam ruangan kelas, di halaman sekolah/madrasah, maupun di luar sekolah/madrasah. Kegiatan kurikulum dapat dibagi menjadi tiga kegiatan yaitu kegiatan intrakurikuler, ekstrakurikuler, dan kokurikuler. Di dalam intrakurikuler guru harus membuat perencanaan pembelajaran sehingga kegiatan belajar yang dilaksanakan siswa dapat dilakukan secara sistematis dan sistemik. Salah satu kewajiban dan tanggungjawab guru di madrasah adalah membuat perencanaan pembelajaran. Menyusun perencanaan pembelajaran merupakan kegiatan kurikulum secara operasional yang dilaksanakan oleh guru. Dengan demikian kegiatan menyusun perencanaan pembelajaran merupakan bagian dari kegiatan pengembangan kurikulum.

Kurikulum merupakan suatu sistem yang memiliki komponen-komponen satu sama saling mempengaruhi. Komponen-komponen tersebut membentuk suatu sistem yang memiliki keterkaitan dan ketergantungan antar komponen.
a. Komponen Tujuan
Dalam KTSP komponen tujuan pembelajaran juga akan terlihat dari rumusan Standar Kompetensi (SK), Kompetensi Dasar (KD) maupun indikator. Komponen tujuan berhubungan dengan arah atau hasil yang ingin dicapai. Dalam rumusan tujuan kurikulum yang lebih umum erat kaitannya dengan filsafat atau sistem nilai yang dianut masyarakat. Bahkan, dalam rumusan tujuan menggambarkan suatu masyarakat yang dicita-citakan. Misalnya, filsafat atau sistem nilai yang dianut masyarakat Indonesia adalah Pancasila, maka tujuan yang diharapkan tercapai oleh suatu kurikulum adalah terbentuknya masyarakat yang pancasilais. Tetapi dalam rumusan KD dan indikator harus bersifat operasional yang menggambarkan hasil belajar yang sesuai dengan potensi siswa dan masyarakat.
b. Komponen Isi/Materi Pelajaran
Komponenen Isi merupakan komponen yang berhubungan dengan pengalaman belajar yang harus dimiliki siswa. Isi kurikulum itu menyangkut semua aspek bahan pelajaran baik yang berhubungan dengan pengetahuan atau materi pelajaran yang biasanya tergambarkan pada isi setiap mata pelajaran yang diberikan maupun aktivitas dan kegiatan siswa. Baik materi maupun aktivitas itu seluruhnya diarahkan untuk mencapai tujuan yang ditentukan.
c. Komponen Metode/Strategi
Strategi dan metode merupakan komponen ketiga dalam pengembangan kurikulum. Komponen ini merupakan gambaran proses kegiatan belajar mengajar yang memiliki peran yang sangat penting, sebab berhubungan dengan implementasi kurikulum. Tujuan yang harus dicapai perlu didukung dengan strategi yang sesuai untuk mencapainya. Gambaran pembelajaran yang akan ditempuh guru dan siswa akan terlihat dalam strategi pembelajaran. Strategi pembelajaran merupakan rencana tindakan (rangkaian kegiatan) termasuk penggunaan metode dan pemanfaatan berbagai sumber daya/kekuatan dalam pembelajaran. Ini berarti penyusunan suatu strategi baru sampai pada proses penyusunan rencana kerja belum sampai pada tindakan. Selanjutnya strategi disusun untuk mencapai tujuan tertentu. Artinya, arah dari semua keputusan penyusunan strategi adalah pencapaian tujuan. Dengan demikian penyusunan langkah-langkah pembelajaran, pemanfaatan berbagai fasilitas dan sumber belajar semuanya diarahkan dalam upaya pencapaian tujuan.
d. Komponen Evaluasi
Komponen evaluasi merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dalam pengembangan kurikulum. Melalui evaluasi, dapat ditentukan nilai dan arti kurikulum, sehingga dapat dijadikan bahan pertimbangan apakah suatu kurikulum perlu dipertahankan atau tidak, dan bagian-bagian mana yang harus disempurnakan. Evaluasi merupakan komponen untuk melihat efektifitas pencapaian tujuan. Dalam konteks kurikulum, evaluasi dapat berfungsi untuk mengetahui apakah tujuan yang telah ditetapkan telah tercapai atau belum, atau evaluasi digunakan sebagai umpan balik dalam perbaikan strategi yang ditetapkan. Evaluasi yang baik haruslah memiliki alat ukur yang tepat (valid), dapat dipercaya (reliable), dan memadai (adequate). Pada pelaksanaannya evaluasi atau pengukuran ini dapat dilakukan dengan cara tes tertulis (written test), tes lisan (oral test), ataupun tes praktik (performance test).

C. Analisis Konteks dan Kebutuhan dalam Pengembangan KTSP
Dalam pengembangan silabus dan perencanaan pembelajaran KTSP langkah pertama yang harus ditempuh adalah melakukan kajian atau menganalisis konteks kurikulum, selanjutnya akan diuraikan dalam bahasan ini bagaimana Anda dapat menganalisis berbagai konteks KTSP sehingga dapat dijadikan dasar dalam pengembangan kurikulum.
Kegiatan pengembangan KTSP harus dilakukan sesuai dengan konsep pengembangan kurikulum yang meliputi kegiatan analisis, desain, implelentasi dan evaluasi. Kegiatan analisis sangat diperlukan dalam mengidentifikasi subtansi dan konteks yang sesuai dengan kebutuhan pengembangan kurikulum. Kegiatan analisis yang harus dilakukan dalam KTSP berkaitan dengan pengembangan silabus dan RPP adalah analisis potensi yang dimiliki siswa dan pengembangan potensi lingkungan. Analisis konteks yang perlu dilakukan adalah sebagai berikut :
1. Analisis kemampuan siswa, Analisis konteks yang perlu dilakukan adalah mengidentifikasi potensi yang dimiliki siswa dan mengenal kemampuan sesuai dengan tingkat perkembangan siswa, khususnya yang akan diuraikan dalam bahasan modul ini adalah siswa pada tingkatan MTs.
Analisis konteks kemampuan siswa berdasarkan tingkat usia MTs menunjukan kemampuan yang penting yang perlu dipahami oleh unsur sekolah khususnya guru. Menurut Piaget dalam teori perkembangan (cognitive developments) bahwa kemampuan berpikir tingkat tinggi akan sesuai bila diterapkan/ditumbuhkembangkan pada siswa MTs (11 sd. 15 tahun). Dalam rentang usia ini tingkat perkembangan kognitifnya termasuk pada tahap formal operasional (formal operations), artinya kemampuan memecahkan masalah secara strategis (systematic problem-solving strategies) dapat diterapkan sesuai dengan tugas-tugas perkembangannya. Aktivitas siswa harus mampu melakukan berbagai kegiatan aktual di lingkungannya (di sekolah maupun di masyarakat) seperti memecahkan masalah, berpikir kritis dan berpikir kreatif. Mengembangkan kemampuan memecahkan masalah maupun mengembangkan kemampuan kreativitas perlu menggunakan pendekatan pembelajaran yang tepat, sistematis dan sistemik. Pada usia ini merupakan masa yang strategis untuk menyeimbangkan dan mengembangkan emosional, intelektual dan personal siswa. Pengembangan kemampuan kognitif siswa dapat dilakukan dengan kegiatan pembelajaran pemecahan masalah, inkuiri atau deskoveri, kegiatan tersebut harus sudah dikuasai oleh siswa . Oleh karena itu, siswa perlu dimotivasi untuk melakukan pemecahan masalah maupun inkuiri. Untuk mendukung pembelajaranya, guru apalagi siswa harus lebih memahami kemampuan, minat dan kebutuhan siswa itu sendiri. Penentuan masalah atau topik pada pemecahan masalah, inkuiri atau deskoveri dapat berdasarkan pada kebutuhan dan minat siswa (Nasution S, 1993 :100). Tuntutan kemampuan berpikir dan kemampuan sosial pada usia  merupakan kebutuhan yang harus dipenuhi dalam pembelajaran. Perkembangan kognitif pada masa operasional formal (formal operational thought) yaitu siswa harus sudah mampu berpikir hipotetis dan berpikir abstrak atau mampu memikirkan kemungkinan sesuatu yang terjadi pada masa yang lalu, saat ini dan akan datang secara abstrak. Di samping itu, dalam usia ini siswa harus sudah mengembangkan kemampuan berpikir logis (logical thinking) yang terdiri dari premis induktif dan deduktif. Siswa harus sudah dapat menerapkan belajar berpikir mulai dari fakta ke teori atau belajar mulai dari teori ke fakta. Apabila secara terus menerus dilakukan maka siswa akan mampu menerapkan kegiatan berpikir tingkat tinggi secara sistematis dan sistemik. Sistemik artinya berpikir secara holistik, menyeluruh dan mendalam, sedangkan berpikir sistematis berkenaan dengan cara berpikir logis dan teratur. Pembelajaran kemampuan berpikir harus dimulai dari penanaman rasa ingin tahu (curiosity) siswa, sehingga siswa merasa termotivasi untuk berpikir dan mencari jawaban. Curiosity sebenarnya sudah ada sejak lahir tetapi perkembangannya sangat dipengaruhi oleh lingkungan. Tuntutan yang harus dilakukan dalam pembelajaran adalah bagaimana guru dapat menanamkan rasa ingin tahu tersebut, sehingga siswa termotivasi untuk melakukan kegiatan pembelajaran dalam bentuk problematik, investigasi, inkuiri, dan eksperimen.
Ada beberapa penekanan kemampuan kognitif esensial yang harus muncul dalam usia ini, yaitu 1) menerapkan dalam situasi yang abstrak; 2) mampu menggunakan berpikir ilmiah (using scientific reason); 3) mampu mengkombinasikan ide-ide ( skill fully combaning ideas). Senantiasa dalam usia ini siswa belajar untuk mampu mengambil keputusan dan mampu berpikir yang berorientasi ke masa depan. Siswa ini sebagai individu yang sedang mengalami proses peralihan dari masa anak-anak mencapai kedewasaan, remaja memiliki perkembangan yang mengarah pada persiapannya memenuhi tuntutan dan harapan para orang dewasa. Usia siswa menengah pertama umumnya sekitar 13 - 15 tahun, dalam usia ini sering disebut sebagai masa remaja awal. Pada masa ini perkembangannya sering ditandai dengan perubahan-perubahan fisik yang disusul dengan perkembangan sosial, emosional, kognitif dan moral. Dalam perkembangan fisik menunjukan adanya perubahan berat dan tinggi badan hingga bentuk badan (proporasi tubuh). Kebanyakan dalam usia ini perubahan sering dialami oleh siswa perempuan dari pada siswa laki-laki. Demikian pula pada usia ini banyak terjadi perubahan dari ciri-ciri seks primer, terutama didahului oleh siswa perempuan lalu tahun kemudian disusul oleh siswa laki-laki. Perkembangan moral dalam usia ini menurut Kohlberg masa peralihan dari convenstional morality pada post-convenstional morality. Dalam post convetional morality ada dua tahap pertama pertimbangan legalistik kontraktual (contractual legalistic orientation), kedua pertimbangan kata hati (conscience orientation). Pada tahap pertama pertimbangan baik buruk suatu sikap lebih didasarkan pada penilaian atau persetujuan dari masyarakat, sedangkan yang kedua lebih menekankan pada kata hati individu itu sendiri. Perkembangan kebahasaan dalam usia ini sudah menunjukan kemampuan berkomunikasi secara lancar menuju kesempurnaan secara tertulis maupun secara lisan, sehingga ide atau gagasan yang dimiliki siswa sudah dapat dikomunikasikan pada orang lain baik secara lisan maupun tertulis. Penggunaan bahasa dalam pengertian abstrak sudah mulai banyak digunakan, demikian pula sudah mulai banyak menggunakan bahasa yang bersifat kompleks. Di sini siswa harus mampu mewujudkan kemampuan berpikir dalam bentuk kata-kata (bahasa) yang digunakan untuk mengekspresikan dan menghargai makna sederhana maupun yang kompleks. Perkembangan sosialnya menunjukan pada proses perkembangan mencari identitas diri sehingga untuk mewujudkannya perlu bimbingan yang efektif dari para pendidik. Demikian pula dalam usia ini siswa memiliki dorongan yang kuat untuk mewujudkan sikap mandiri tetapi tidak melepaskan motivasinya untuk bersosialisasi. Siswa akan mudah memperoleh teman pergaulan maupun menjalin teman relasi. Dalam pergaulan maupun dalam lingkungan keluarga siswa sudah mampu membedakan tugas-tugas yang seharusnya dilakukan berdasarkan perbedaan jenis kelamin. Kemampuan sosial merupakan kemampuan interpersonal yang berhubungan dengan kemampuan memahami dan berinteraksi dengan orang lain. Di sini siswa dapat mewujudkan kemampuan berpikir dalam bertindak secara cepat dan tepat dalam merespon, menghargai dan bersikap dalam kelompok. Keterampilan sosial atau interpersonal tidak boleh terabaikan dalam pembelajaran, supaya siswa pintar secara kognitif maupun sosial, artinya siswa pintar intelektual juga pintar bekerjasama dalam kelompok. Menurut Havighurst bahwa dalam melihat kebutuhan anak yang harus dimilikinya perlu ditinjau dari kemampuan dan tarap perkembangannya disebut developmental task. Keberhasilan dalam menyelesaikan tugas-tugas perkembangan dalam priode perkembangan tertentu akan membantu siswa itu sendiri dalam menyelesaikan tugas-tugas perkembangan selanjutnya. Akan tetapi terjadi sebaliknya bila gagal maka akan mencapai kegagalan dalam melaksanakan tugas berikutnya. Siswa MTs termasuk pada usia masa remaja, ada beberapa rumusan tugas perkembangan para remaja yaitu sebagai berikut : 1) mencapai perkembangan diri sebagai remaja yang beriman dan bertaqwa pada Tuhan Yang Maha Esa ; 2) mempersiapkan diri menerima dan bersikap positif serta dinamis terhadap perubahan fisik dan psikis yang terjadi pada diri sendiri untuk kehidupan yang sehat ; 3) mencapai pola hubungan yang baik dengan teman sebaya dalam peranannya sebagai pria dan wanita; 4) memantapkan nilai dan cara bertingkah laku yang dapat diterima dalam kehidupan sosial yang lebih luas; 5) mengenal kemampuan bakat, minat serta arah kecenderungan karir dan apresiasi seni; 6) mengembangkan pengetahuan dan keterampilan sesuai dengan kebutuhannya untuk dan melanjutkan pelajaran dan atau mempersiapkan karir serta berperan dalam kehidupan di masyarakat; 7) mengenal gambaran dan dan mengembangkan sikap tentang kehidupan mandiri secara emosional, sosial, dan ekonomi; 8) mengenal sistem etika dan nilai-nilai bagi pedoman hidup sebagai pribadi dan anggota masyarakat.
Berdasarkan karakteristik perkembangan siswa yang telah disebutkan di atas, hal ini menunjukan bahwa mengembangkan kemampuan berpikir tingkat tinggi dan kemampuan sosial secara optimal dan sesuai dengan potensi siswa secara individu pada tingkat sangat dibutuhkan karena sesuai denan tuntutan dan perkembangan kemampuan siswa.
Implikasinya dalam penyusunan KTSP khususnya silabus dan RPP

2. Analisis masyarakat dan orang tua siswa
Salah satu karakteristik KTSP adalah pertimbangan aspek masyarakat yang harus masuk dalam penyusunan kurikulum. Masyarakat merupakan tempat sosialisasi siswa sebagai individu juga sebagai mahluk sosial. Masyarakat memiliki harapan-harapan terhadap dunia pendidikan, seperti harapan agar anak-anaknya yang masuk lembaga pendidikan menjadi individu yang mampu berkiprah di masyarakat regional, nasional maupun internasional. Tentu pengembangan kemampuan yang dianggap perlu adalah kemampuan yang sesuai dengan tuntutan masyarakat global yang harus memiliki kemampuan komunikasi (berbahasa), kemampuan IT, dan kemampuan-kemampuan life skills yang sedang dibutuhkan di masyarakat. Bahkan sangat diharapkan adanya pendidikan yang disesuaikan dengan karakteristik bakat, minat dan potensi khusus siswa yang dikembangkan secara optimal.
Analisis Madrasah
Madrasah merupakan lembaga pendidikan yang memiliki visi, misi dan tujuan lembaga yang harus dipertimbangkan dalam pengembangan KTSP. Setiap lembaga pendidikan memiliki perbedaan yang bervariasi, yang menunjukan kekuatan dan peluang masing-masing lembaga pendidikan. Madrasyah merupakan salah satu konteks yang harus dipertimbangkan dalam pengembangan KTSP khususnya dalam penyusunan silabus dan RPP.
Sarana dan fasilitas yang dimiliki madrasah sebagai bahan pertimbangan guru dalam mengembangkan RPP. Demikian pula dengan SDM yang dimiliki madrasah yang bersangkutan. Bahkan setiap madrasah harus memiliki harapan-harapan agar para siswanya dapat menjadi pelopor dalam organisasi, atau menyiapkan pendidik, ulama zu’ama yang mampu mengembangkan ilmu. Hal ini akan menuntut program dalam KTSP seperti pengembangan pendidikan kader kepemimpinan, kajian kitab kuning, program mubaligh/mubalighah mungkin pula adanya program kemuhamadiyahan.
Madrasah merupakan lembaga pendidikan yang berbasis islam sehingga dalam pengembangan kurikulumnya harus mengembangkan struktur dan muatan keagamaan dan kepasantrenan.
Pemerintah Daerah
Pemerintah daerah akan memiliki visi, misi yang berkaitan dengan pendidikan maupun peta pembangunan daerah, sehingga hal ini menjadi konteks yang perlu dipertimbangkan dalam KTSP. Analisis pemerintah daerah seharusnya sudah dianalisis pada pengembangan kurikulum dokumen 1, dalam konteks yang lebih luas dari pada silabus dan perencanaan pembelajaran. Pola kehidupan masyarakat masing-masing daerah akan berbeda seperti pola pertanian, industri, perdagangan, jasa, parawisata, perkembunan dan sebagainya. Tentu hal ini harus dipertimbangan dalam pengembangan kurikulum.
Perkembangan IPTEK
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan bagian penting dalam subtansi bahan ajar yang harus selalu dipertimbangkan dalam KTSP. Perkembangan IPTEK akan selalu berkaitan dengan pengembangan bahan ajar dalam kurikulum. KTSP tidak stagnan atau pasif dalam menanggapi perkembangan IPTEK, sehingga dalam persiapan maupun dalam pelaksanaan KTSP harus selalu memperhatikan perkembangan IPTEK. Itu sebabnya kurikulum bersifat dinamis karena harus selalu menanggapi perkembangan IPTEK.
Pengembangan KTSP Berbasis Kompetensi
KTSP merupakan kurikulum yang dikembangkan berdasarkan potensi siswa dan potensi lingkungan. Salah satu karakteristik yang dimiliki oleh KTSP adalah membentuk kemampuan siswa berdasarkan potensi yang dimiliki siswa. KTSP diberlakukan berdasarkan pemberlakuan peraturan dan undang-undang yang berkaitan dengan pelaksanaan otonomi pendidikan menuntut adanya upaya pembagian kewenangan dalam berbagai bidang pemerintahan. Hal tersebut membawa implikasi terhadap sistem dan penyelenggaraan pendidikan termasuk pengembangan dan pelaksanaan kurikulum. Indonesia memiliki suku, budaya dan potensi lingkungan yang beraneka ragam sebagai kekayaan Negara yang memungkinkan menjadi investasi yang sangat berharga, sehingga melalui pendidikan dapat dikaji dan pelajari untuk ditumbuh-kembangkan.
KTSP merupakan suatu kurikulum yang harus dikembangkan untuk membentuk dan mengoptimalkan kemampuan para siswa berdasarkan potensi yang dimilikinya serta sesuai dengan kebutuhan dan potensi lingkungannya. Beberapa ciri KTSP berbasis kompetensi adalah : 1) komptensi dirumuskan dan dijabarkan pada indikator secara spesifik, mudah diukur, dipahami dan diamati, 2) kriteria pengukuran dijabarkan dari kompetensi yang ditunjukan apada tingkat penguasaan, 3) proses dan implementasi lebih mengutamakan pada pembentukan kemampuan proses secara kontekstual, 4) kemajuan individual dalam kelompok selalu diperhatikan, dan 5) program evaluasi lebih bersifat berjenjang dan komprehensif.

Konsep-Konsep dalam KTSP
Ada beberapa hal penting yang perlu dipahami dalam KTSP :
1) Diversifikasi Kurikulum yang merupakan proses penyesuaian, perluasan pendalaman materi pembelajaran agar dapat melayani keberagaman dan kebutuhan tingkat kemampuan peserta didik maupun kebutuhan daerah/local dengan berbagai komleksitasnya.
2) Penetapan Standar Kompetensi Lulusan (SKL), dimaksudkan untuk menetapkan ukuran minimal atau secukupnya, mencakup kemampuan pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang harus dicapai setelah siswa lulus.
3) Penetapan Standar Kompetensi (SK), dimaksudkan untuk menetapkan ukuran minimal atau secukupnya, mencakup kemampuan pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang harus dicapai , diketahui, dilakukan, dan mahir dilakukan oleh peserta pada setiap tingkatan secara maju dan berkelanjutan sebagai upaya kendali dan jaminan mutu.
4) Pembagian wewenang antara Pemerintah Pusat dan Provinsi / Kabupaten/ Kota sebagai Daerah Otonomi merupakan pijakan utama untuk lebih memberdayakan daerah dalam penyelenggaran pendidikan sesuai dengan potensi daerah yang bersangkutan.
5) Muatan lokal merupakan kegiatan kurikuler untuk mengembangkan kompetensi yang disesuaikan dengan ciri khas dan potensi daerah, termasuk keunggulan daerah, yang materinya tidak dapat dikelompokkan ke dalam mata pelajaran yang ada. Substansi muatan lokal ditentukan oleh satuan pendidikan.
6) Pengembangan diri bukan merupakan mata pelajaran yang harus diasuh oleh guru. Pengembangan diri bertujuan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan dan mengekspresikan diri sesuai dengan kebutuhan, bakat, dan minat setiap peserta didik sesuai dengan kondisi sekolah.
Kegiatan pengembangan diri difasilitasi dan atau dibimbing oleh konselor, guru, atau tenaga kependidikan yang dapat dilakukan dalam bentuk kegiatan ekstrakurikuler.
Kegiatan pengembangan diri dilakukan melalui kegiatan pelayanan konseling yang berkenaan dengan masalah diri pribadi dan kehidupan sosial, belajar, dan pengembangan karir peserta didik.
7) Kurikulum untuk MI, MTs, MA dapat memasukkan pendidikan kecakapan hidup, yang mencakup kecakapan pribadi, kecakapan sosial, kecakapan akademik dan/atau kecakapan vokasional. Pendidikan kecakapan hidup dapat merupakan bagian integral dari pendidikan semua mata pelajaran dan/atau berupa paket/modul yang direncanakan secara khusus. Pendidikan kecakapan hidup dapat diperoleh peserta didik dari satuan pendidikan yang bersangkutan dan/atau dari satuan pendidikan formal lain dan/atau nonformal.
Pengembangan KTSP harus berbasis pada pembentukan kemampuan siswa. Untuk menata koridor KTSP tersebut di atas, Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) telah melakukan penyusunan Standar Isi (SI), yang kemudian dituangkan kedalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) nomor 22 tahun 2006, yang mencakup komponen:
1) Standar Kompetensi (SK), merupakan ukuran kemampuan minimal yang mencakup pengetahuan , keterampilan dan sikap yang harus dicapai, diketahui, dan mahir dilakukan oleh peserta didik pada setiap tingkatan dari suatu materi yang diajarkan.
2) Kompetensi Dasar (KD),merupakan penjabaran SK peserta didik yang cakupan materinya lebih sempit disbanding dengan SK pesrta didik.
Pengembangan silabus dan RPP harus berorientasi pada Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar yang tetah ditetapkan dalam Standar Nasional Pendidikan (SNP). Dalam hal ini sangat dituntut kemampuan guru untuk mengembangkan kurikulum dalam bentuk pengembangan silabus dan rencana pembelajaran.

2. Pendidikan dan Kurikulum Berbasis Kompetensi

Pengembangan KBK akan mengutamakan pada pencapaian kemampuan siswa dengan indikator pencapaian yang jelas dan mudah dipahami. Untuk mencapai kemampuan tersebut perlu disusun desain pembelajaran yang berorientasi pada hasil belajar siswa. Dalam proses pembelajarannya menggunakan beberapa alternatif pendekatan pembelajaran yang dapat memfasilitasi siswa belajar lebih variatif. Untuk mencapai hasil belajar tersebut perlu mengembangkan bahan ajar dan sumber belajar yang komprehenship dan maksimal sesuai SKL, SK dan KD yang akan dicapai.
Lulusan madrasah arahnya akan ditentukan oleh SKL mupun visi, serta misi madrasah yang bersangkutan. Selain mengacu pada SKL, pengembangan SK peserta didik dalam suatu mata pelajaran juga mengacu pada struktur keilmuan dan perkembangan peserta didik. Guru tidak direpotkan lagi dengan penyusunan SKL, SK dan KD, karena pengembangan SK dan KD telah dirumuskan dalam Standar Nasional Pendidikan oleh para pakar mata pelajaran, pakar pendidikan dan pakar psikologi perkembangan, dengan mengacu pada prinsip-prinsip Pendidikan Berbasis Kompetensi.
Standar Kompetensi peserta didik dalam suatu mata pelajaran dijabarkan dari Standar Kompetensi Lulusan, yakni kompetensi-kompetensi minimal yang harus dikuasai lulusan madrasah. Secara umum kemampuan yang dimiliki lulusan tersebut minimal memiliki pengetahuan,keterampilan dan sikap sesuai dengan tujuan lembaga pendidikan yang bersangkutan. Kemampuan atau kompetensi yang dimiliki lulusan merupakan modal utama untuk bersaing di tingkat regional, nasional maupun global. Persaingan yang terjadi lebih menitik beratkan pada kompetitif yang ditentukan oleh kemampuan SDM, sehingga harapan dan target setiap lembaga pendidikan adalah menghasilkan lulusan yang mampu berkompetitif di tingkat regional, nasional dan global.
Kualitas pendidikan sangat ditentukan oleh kemampuan guru dalam merencanakan pembelajaran, selanjutnya kemampuan melaksanakan, mengelola proses pembelajaran maupun menilai hasil belajar. KTSP berbasis kompetensi memberikan kewenangan pada sekolah maupun guru untuk mengembangkan pembelajaran yang dapat membentuk kemampuan siswa secara optimal sesuai dengan potensi yang dimiliki siswa maupun sekolah. Sejalan dengan prinsip otonomi dalam hal ini guru, perlu diberi keleluasaan dan difasilitasi untuk menyiapkan silabus, perencanan pembelajaran yang memiliki karakteristik KTSP berbasis pada pembentukan kemampuan siswa. Oleh karena penyusunan silabus dan RPP harus berakar pada siswa dikelas dan lingkungan madrasahnya.
Madrasah sebagai lembaga pendidikan harus memiliki profil madrasah sekurang-kurangnya memuat tujuan madrasah, visi, misi madrasah, struktur kurikulum dan kompetensi lulusan. Rumusan tujuan pendidikan dasar termasuk di dalamnya MI dan MTs dapat mengutip peraturan pemerintah nomor 19 tahun 2005 tetang Standar Nasional Pendidikan pada bab standar kompetensi lulusan dan tentang panduan pelaksanaan KTSP dari BNSP, serta tertuang dalam lampiran Permendiknas nomor 23 tahun 2006.
Di dalam SI dinyatakan bahwa : KTSP yang berbasis kompetensi merupakan seperangkat rencana dan pengaturan tentang kompetensi yang dibakukan dan cara pencapaiannya disesuaikan dengan keadaan dan kemampuan daerah. Kompetensi yang telah dirumuskan perlu dicapai siswa secara tuntas dengan mengoptimalkan potensi siswa berdasarkan prinsip-prinsip belajar tuntas (mastery learning ). Dengan demikian perencanaan pembelajaran KTSP berbasis kompetensi di dalamnya harus menggambarkan prosedur dan isi pembelajaran yang dapat melayani perbedaan siswa secara individu.

Pengembangan kurikulum berbasis kompetensi harus berkaitan dengan tuntutan SKL, SK dan KD. Oleh karena itu, organisasi kegiatan pembelajaran, isi pembelajaran, dan sumber belajar perlu dikembangkan semata-mata untuk membentuk kompetensi yang dimiliki siswa sesuai standar yang telah ditentukan. Pengembangan kurikulum berbasis kompetensi menggunakan asumsi bahwa peserta didik yang akan belajar telah memiliki pengetahuan dan keterampilan awal yang dibutuhkan untuk menguasai komptensi tertentu. Itu sebabnya dalam mengembangkan perencanaan pembelajaran guru perlu mengetahui sejauhmana kemampuan awal yang sudah dimiliki siswa terkait dengan kemampuan yang akan dipelajarinya.
Pembelajaran berbasis kompetensi merupakan pengembangan dari kurikulum berbasis kompetensi. Program pembelajaran yang dikembangkan senantiasa untuk menghasilkan kompetensi yang diharapkan dicapai oleh peserta didik yang sesuai dengan potensinya melalui sistem penyampaian, dan indikator pencapaian hasil belajar yang dirumuskan secara tertulis pada silabus dan perencanaan pembelajaran.
Dalam pembelajaran berbasis kompetensi perlu ditentukan standar minimum kompetensi yang harus dikuasai peserta didik, sehingga komponen materi bahan ajar dan proses pembelajaran harus menggambarkan kompetensi yang akan dicapai, strategi atau proses yang akan ditempuh, media atau sumber belajar yang mendukung serta sistem penilaian yang akan diberikan. Sebagai panduan guru dalam mengembangkan perencanaan pembelajaran yang berbasis kompetensi harus berorientasi pada :
1) Tujuan pembelajaran dirumuskan untuk setiap rumusan kompetensi
2) Isi pembelajaran berdasarkan pada kecakapan/keterampilan yang dibutuhkan untuk memecahkan masalah atau mengerjakan sesuatu pekerjaan.
3) Pengukuran kecakapan/keterampilan berdasarkan kemampuan yang diperlihatkan
4) Performasi siswa diukur dengan acuan patokan
5) Catatan lengkap kompetensi-kompetensi yang dikuasai dibuat untuk setiap siswa
6) Bahan pelajaran berupa modul, handout, buku kerja, dan program pembelajaran menggunakan buku cetak dan program kumputer.
7) Waktu belajar fleksibel
8) Kegiatan belajar selalu dimanfaatkan untuk umpan balik (Nana syaodih, 2004 : 157)

Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) sudah dirumuskan dalam Standar Nasional Pendidikan yang dikembangkan secara jelas, sistematis dan sistemik. Tugas guru dalam perencanaan pembelajaran berkaitan dengan KD dan SK dapat mengadopsi dari SNP, tetapi pada tahap pengembangan indikator, perumusan tujuan dan kegiatan pembelajaran harus disesuaikan dengan potensi siswa dan sekolah. Aspek ini yang menjadi beda antar sekolah, karena pengembangan indikator, kegiatan pembelajaran dan sumber belajar harus berbasis pada potensi siswa dan potensi sekolah yang bersangkutan. Perumusan dimaksud hendaknya didasarkan atas prinsip relevansi, konsistensi, spesifik, terukur dan terpadu.

Artikel Terkait Kebijakan Pendidikan

Komentar Postingan