Sabtu, 17 April 2010

Prinsip Pengembangan Pembelajaran Dalam Perspektif PI

Ada baiknya dalam hal ini, sebagai seorang pendidik kita menyelami dan merenungkan apa yang disampaikan oleh Ahmad Madkur dalam bukunya Manhaj al-Tarbiyah fi al-Tashawwur al-Islami tentang  prinsip pembelajaran agama Islam. Disebutkan ada beberapa prinsip yang mendasar dalam konteks pengembangan pembelajaran ilmu Agama Islam, beberapa prinsip itu antara lain :
(1) Prinsip al-tathawwur (berkembang), sebuah pengetahuan tentu bersifat dinamis, dalam arti relatif akan berubah dari yang sederhana menjadi lebih kompleks. Demikian halnya dengan proses pendidikan termasuk pendidikan Islam yang tentu tidak akan terlepas dari kemungkinan berkembang (tahtamil al-imkaan fi al-tathawwur). Berbagai pengetahuan kependidikan Islam yang dihasilkan para pemikir terdahulu tentu tidak selalu adaptif dengan perkembangan zaman yang sedemikian kompleks. Artinya dibutuhkan konsep atau pengetahuan baru tentang pendidikan Islam yang adaptif dengan perkembangan. Demikian pun dengan proses pembelajaran Agama Islam, dipastikan akan berkembang, baik itu kurikulum yang meliputi tujuan, materi ajar, proses pembelajaran dan evaluasi pembelajaran. Sebenarnya kedinamisan ini muncul karena pertumbuhan dan perkembangan pendidikan Islam memang dinilai tidak sepesat kemajuan ilmu-ilmu keislaman lainnya. Sehingga pola-pola yang akan membentuk dan mencapai tujuan pendidikan Islam terlupakan untuk direformulasi agar sesuai dengan perkembangan zaman, seperti pola pengorganisasian kurikulum, pemetaan bahan ajar, proses pembelajaran yang meliputi pendekatan, model, strategi, metode dan teknik pembelajaran.

Pada intinya, sebagai seorang pendidik harus mengembangkan hal-hal yang menunjang dalam pencapaian proses pendidikan dan pembelajaran. Banyak hal yang harus dikembangkan seperti kelembagaannya, kurikulum, kompetensi guru dan lainnya sehingga semua komponen penunjang pendidikan yang sudah dikembangkan dengan baik akan menjadi faktor utama membentuk para peserta didik menjadi individu yang diharapkan. Pendidikan Islam jangan  terjebak pada model pembelajaran tradisional yang kurang adaptif dengan konsep pembelajaran sekarang, Selanjutnya, sikap rekonstruksi terhadap pembelajaran Agama Islam harus menjadi kultur pemikiran para pendidik yang berarti menuntut keberanian mengubah pola-pola pemikiran lama atau mampu menggabungkan pola lama dan pola baru. Pendidikan Islam juga dituntut untuk responsif terhadap modernisasi pembelajaran yang telah berjalan pada lembaga-lembaga pendidikan sekolah umum di bawah kementerian pendidikan. Ada dua hal yang bisa dikembangkan. Pertama, mengembangkan strategi pembelajaran aktif dengan berpusat pada siswa. Di samping itu dikembangkan sikap yang sensitif terhadap perubahan melalui berbagai strategi pembelajaran yang tepat dan dikembangkan sesuai dengan kondisi psiko-sosial anak. Yang tidak kalah pentingnya adalah yang kedua, yaitu memodernisasi fasilitas pembelajaran, lingkungan, dan faktor pendukung seperti manajemen sekolah yang terbuka, transparan, dan akuntabel, termasuk keterlibatan dari orang tua, pemerintah, masyarakat, serta para stakeholder pendidikan lainnya. Materi Agama Islam sebagai materi “keagamaan” dalam pembelajaran di lembaga pendidikan baik di sekolah ataupun madrasah ditujukan untuk meningkatkan ketakwaan dan pengetahuan keagamaan peserta didik. Dengan tujuan utama pengembangan wilayah kesadaran berakhlak baik bagi peserta didik. Dan pengembangan wilayah kesadaran berakhlak baik inilah yang menjadi tujuan tertinggi dan inti kurikulum (core curriculum) pembelajran Agama Islam. Dan juga pemetaan bahan ajar (content) serta pengembangan pembelajaran Agama Islam sangat dibutuhkan untuk membentuk peserta didik sesuai dengan tujuan pembelajaran Agama Islam. Salah satu tolok ukur kualitas pembelajaran Agama Islam terwujud dalam pembelajaran dengan menerapkan metode pembelajaran yang efektif, interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, dan memotivasi peserta untuk berprilaku yang baik. sehingga akan didapatkan hasil yang maksimal bagi peserta didik dalam memahami bahan ajar pendidikan agama Islam. Sedangkan, tujuan pendidikan Islam berdasarkan prinsip menyeluruh, serasi, efisien dan efektivitas, dinamis, dan orientasinya harus jelas serta bersifat problematik, strategis, antipatif, menyentuh aspek aplikasi,  menyentuh kebutuhan masyarakat dan pengguna lulusan. Intinya pendidikan Islam bertujuan membangun manusia dan masyarakat secara utuh dan menyeluruh dalam semua aspek kehidupan yang dapat membawa perubahan pada kehidupan  berbudaya dan perdaban dalam memperoleh kebahagian, kesejahteraan dan keselamatan di dunia dan akhirat.
Dalam kuririkulum pun demikian, kurikulum pembelajaran Agama Islam akan semakin melebar dan mendalam disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat dan idealitas tujuan pendidikan islam. Kedinamisan kurikulum pendidikan Islam itu karena, lebih bersifat strategis, antipatif dan aplikatif untuk memecahkan problem-problem yang dihadapi umat manusia. Kurikulum pendidikan Islam diorientasikan dan disesuaikan dengan kebutuhan peserta didik masa kini, masa akan datang yang  berkorelasi dengan pembangunan  social,  kesejahteraan masyarakat, budaya dengan konteks  global, teknologi informasi.  Program kurikulum pendidikan Islam, perlu diorientasikan  pada learning competency (competency knowledge, skill, ability dan sosial-kultural), relevan dengan kebutuhan otonomi daerah dan bersifat lentur serta adaptif terhadap perubahan;

(2) Prinsip al-infitah ‘ala khobarat aljama’ah al-insaniyyah al-mutanawwi’ah (terbuka menerima ilmu berbagai komunitas manusia), Pendidikan Islam sangat terbuka dengan pengetahuan-pengetahuan yang dihasilkan oleh manusia baik itu yang mengatasnamakan muslim ataupun bukan. Sebab pembaharuan pendidikan islam merupakan masalah. Beberapa hal yang menandai bahwa pendidikan Islam itu terbuka dari berbagai pengetahuan adalah: Perubahan masyarakat Arab setelah diutus Rasulullah, perubahan yang demikian besar dari tradisi jahiliyah kepada kemoderanan. Yang diawali oleh penempaan mental yang dilakukan secara sistematis; Nabi memperlihatkan bahwa sebagaian besar tradisi dapat dilestarikan bentuknya tetapi dengan mengubah maknanya secara adaptif sesuai dengan perkembangan zaman; Islam sangat menganjurkan perubahan sosial, bahkan perubahan dalam model pembelajaran pendidikan. Ketika banyak konsep yang dianggap modern dan adaptif sesuai dengan perkembangan zaman maka Islam terbuka untuk mengadopsi hal itu agar dalam perkembangannya mendapatkan hasil yang maksimal. Kemunduran umat Islam sebagian besar dikarenakan tertinggalnya ia dalam ilmu pengetahuan dan tehnologi, Menurut para pakar terdapat suatu korelasi pengusaan ilmu pengetahuan dan tehnologi dengan kekuatan poltik dan ekonomi. Peradaban Islam pernah mengalami perkembangan pesat pada abad pertengahan. Karakteristik peradaban yang dikembangkan pada saat itu berlandaskan pada dua hal. Pertama, berkembangnya nilai-nilai masyarakat yang terbuka (open society) yang menghasilkan kontak dengan kebudayaan-kebudayaan lain. Kontak kebudayaan ini kemudian melahirkan nilai-nilai baru yang modern dan egaliter. Kedua, perkembangan humanisme yang melahirkan perhatian terhadap masalah hubungan antarsesama manusia. Dalam perspektif ini manusia memiliki otoritas yang lebih luas dalam menentukan makna kehidupan dan peradabannya. Kedua nilai ini menjadi spirit dalam membangun peradaban yang modern.
Dalam hal ini pendidikan Islam terbuka untuk menerima pelbagai pengetahuan yang mendukung pelaksanaan proses pendidikan Islam. Apabila ilmu pengetahuan merupakan faktor yang sangat menentukan didalam kehidupan umat manusia masa depan, maka ini artinya lembaga-lembaga pendidikan haruslah menyesuaikan diri dengan tuntutan masa depan tersebut. Visi dan misi lembaga pendidikan (islam) harus berubah sebagai tempat untuk mempersiapkan sumberdaya manusia masa depan yang menguasai ilmu pengetahuan dan mengembangkannya, serta memanfaatkannya untuk meningkatkan taraf hidup manusia.
Maka bermunculanlah moderenisasi pendidikan Islam di Indonesia dengan berbagai bentuknya. Pada awal perkembangan adopsi gagasan moderenisasi pendidikan Islam ini setidak-tidaknya terdapat dua kecenderungan pokok dalam eksperimentasi organisasi-organisasi Islam di atas. Pertama adalah adopsi sistem  dan lembaga pendidikan modern secara hampir menyeluruh. Titik tolak moderenisme pendidikan Islam disini adalah sistem dan kelembagaan pendidikan modern, bukan sistem dan lembaga pendidikan Islam tradisional. Banyak lembaga pendidikan Islam yang mengadopsi model pendidikan dan pembelajaran di luar Islam. Kedua, eksperimen pembaharuan yang bertitik tolak justru dari sistem pendidikan  Islam itu sendiri. Di sini lembaga pendidikan Islam yang sebenarnya telah ada sejak waktu lama dimoderenisasi; sistem pendidikan madrasah dan surau, pondok pesantren, yang memang secara tradisional  merupakan kelembagaan pendidikan Islam dimoderenisasi misalnya dengan mengadopsi aspek-aspek tertentu dari sistem pendidikan modern, khususunya dalam kandungan kurikulum, tehnik dan metode mengajar dan sebagainya. Pembentukan Pondok Moden adalah kesadaran perlunya moderenisasi sistem dan kelembagaan pendidikan Islam tidak dengan mengadopsi sistem dan kelembagaan pendidikan modern Belanda, melainkan dengan malakukan moderenisasi sistem dan kelembagaan pendidikan idegenous, pesantren. Ini dilakukan karena pesantrenlah yang memilki akar kuat dan mendalam  dan lebih dapat diterima oleh banyak masyarakat muslim;
(3) Prinsip dharuratu shuhbah al-muta’allim lilmurabbi (pendidik dan anak didik ada dalam satu lingkungan), seorang peserta didik itu akan berkembang berdasar pada tuntunan orang yang paling dekat, baik teman sejawat maupun guru mereka, seperti hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud bahwa “الرجل علي دين خليله , فلينظر أحدكم من يخالل seseorang berdasar pada tuntutan teman sejawatnya karena itu hendaklah seseorang di antara kalian terlebih dahulu melihat siapa yang akan dijadikan teman”.ketika seorang pembimbing menjadi teman terdekatnya maka secara alamiah, anak didik itu akan mengikuti pola dan prilaku gurunya. Seandainya dia tidak terpengaruh oleh temannya itu maka dia terkena oleh sebutanna.
عن أبن عباس رض: قال, قال رسول الله صلي الله عليه وسلم : قيل يارسول الله, أي جلساءنا أفضل ؟ قال من ذكركم الله رأيته, وزاد في علمكم منطقه و ذكركم بالأخرة عمله
Dari Ibn Abbas ra, dia berkata : “Ada orang bertanya : wahai Rasulullah siapakah teman-teman berkumpul kami yang terbaik? Beliau bersabda : orang yang mengingatkan kamu kepada Allah saat kamu melihatnya, pembicaraannya menambah ilmu kamu dan perbuatannya mengingatkan kamu kepada hari akhirat” (HR Abu Ya’la, Hadits Hasan). Hadits di atas menunjukkan bahwa orang yang dapat kita jadikan guru haruslah orang yang dalam pembicaraannya menambah ilmu, akhlaknya terpuji dan ucapannya penuh dengan ajakan untuk takut kepada Allah dan hari akhir. Hubungan antara seorang peserta didik dengan didik lainnya atau dengan lingkungan dalam sebuah komunitas pendidikan adalah sebuah sistem yang masing-masing memiliki fungsi. Sistem ini akan semakin membesar manakala frekuensi hubungan lebih tinggi. Dan satu sama lain saling mempengaruhi. Peserta didik dalam usia yang relative belum stabil tentu akan sangat dipengarui oleh berbagai faktor. Baik teman sejawat, para guru dan lainnya. Oleh karena itu komunitas pesantren sebagai sebuah komunitas berkumpulnya orang-orang yang dianggap memiliki semangat mencari pengetahuan agama akan saling mempengaruhi. Terciptanya sebuah proses interaksi atau hubungan-hubungan merupakan sebuah kepastian. Hal ini disebabkan oleh karena sebuah komunitas pesantren memiliki tujuan-tujuan bersama yang mengharuskan mereka terlibat dalam proses tersebut. Interaksi sosial peserta didik di lingkungan pesantren akan mempengarui perkembangannya. Sebab pesantren merupakan hubungan-hubungan sosial yang dinamis yang menyangkut hubungan antara orang-orang perorangan, antara kelompok-kelompok manusia, maupun antara orang perorangan dengan kelompok manusia. Seperti para santri dengan sejawat atau dengan para ustadnya. Secara umum berlangsungnya suatu proses interaksi didasarkan pada beberapa faktor, antara lain faktor imitasi, sugesti, identifikasi dan simpati. Faktor imitasi dapat mendorong seseorang untuk mematuhi kaidah-kaidah dan nilai-nilai yang berlaku, aturan pesantren atau norma social yang disepakati bersama. Faktor sugesti berlangsung apabila seseorang memberi suatu pandangan atau sikap yang berasal dari dirinya yang kemudian diterima oleh pihak lain dengan dilandasi oleh emosi. Faktor identifikasi merupakan kecendrungan-kecendrungan atau keinginan-keinginan dalam diri seseorang untuk menjadi sama dengan pihak lain. Dan proses simpati merupakan suatu proses dimana seseorang merasa tertarik pada pihak lain dan memiliki keinginan untuk memahami dan bekerja sama dengannya. Berikut ini perubahan prilaku yang terjadi ketika seorang peserta didik ada dalam satu lingkungan dengan para pendidik, yaitu : (1) Perubahan prilaku yang disadari dan disengaja (taghayyur al-mawaqif al-mau’iyyah).Perubahan perilaku yang terjadi merupakan usaha sadar dan disengaja dari peserta didik yang bersangkutan. Begitu juga dengan hasil-hasilnya, peserta didik atau santri yang bersangkutan menyadari bahwa dalam dirinya telah terjadi perubahan, misalnya pengetahuannya semakin bertambah, penghayatan dan pengamalan terhadap ajaran agama Islam semakin mendalam dan lainnya, dibandingkan sebelum dia mengikuti suatu proses pembelajaran agama Islam baik di pesantren ataupun sekolah; (2) Perubahan prilaku yang berkesinambungan (al-Taghayyur al-mustamirrah fil-mawaqif), Bertambahnya pengetahuan tentang prilaku yang baik yang dimiliki pada dasarnya merupakan kelanjutan dari pengetahuan yang diperoleh sebelumnya. Begitu seterusnya; (3) Perubahan yang fungsional, Setiap perubahan perilaku para santri yang terjadi dapat dimanfaatkan untuk kepentingan hidup individu yang bersangkutan, atau langsung dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari baik untuk kepentingan masa sekarang maupun masa mendatang; (4) Perubahan yang bersifat pemanen. (al-taghayyur al-mutaabbad fi al-mawaqif), perubahan perilaku yang diperoleh dari proses belajar cenderung menetap dan menjadi bagian yang melekat dalam dirinya. Misalnya, misalnya ketika dia belajar tentang buruknya berbuat bohong maka dia akan mempraktekkan. Kemudian sikap tadi akan melekat dalam dirinya.Dan peserta didik yang ada dalam satu komunitas dengan pendidik akan menghasilkan sebuah proses pembelajaran dalam: (1) Kebiasaan; mereka akan selalu berbicara dengan bahasa yang sopan seperti yang dia sering dengar di lingkungannya. Berprilaku yang baik sebab dia akan merasa malu ketika tidak bersikap seperti orang-orang pada umumnya; (2) Keterampilan; dia akan terampil dalam melakukan hal-hal yang bersifat diniyyah seperti shalat lima waktu, shalat sunat, dan melakukan praktik ibadah lainnya yang berkaitan dengan motoriknya; (3) Sikap yakni kecenderungan yang relatif menetap untuk bereaksi dengan cara baik atau buruk terhadap orang atau barang tertentu sesuai dengan pengetahuan dan keyakinan yang dia sering lihat dalam komunitasnya; (4) Perilaku afektif yakni perilaku yang bersangkutan dengan perasaan takut, marah, sedih, gembira, kecewa, senang, benci, dan sebagainya semua sikap itu akan berorientasi pada kebiasaan-kebiasaan yang dimunculkan oleh komunitas lingkungannya. Dalam proses pendidikan Islam, khususnya pembelajaran ilmu Agama Islam, peserta didik berstatus sebagai subjek didik. Pandangan modern cenderung menyebutkan demikian oleh karena peserta didik adalah subjek atau pribadi yang otonom, yang ingin diakui keberadaannya. Ciri khas peserta didik yang perlu dipahami oleh pendidik ialah: pertama, Individu yang memiliki potensi fisik dan psikis yang khas, sehingga merupakan insan yang unik. Kedua, Individu yang sedang berkembang. Ketiga, Individu yang membutuhkan bimbingan individual dan perlakuan manusiawi.
Interaksi edukatif di lingkungan pesantren antara peserta didik dengan teman sejawatnya atau dengan para ustad, pada dasarnya adalah komunikasi timbal balik antara peserta didik dengan lainnya yang terarah kepada tujuan pendidikan. Lingkungan mempunyai pengaruh sangat besar dalam membentuk dan menentukan perubahan sikap dan perilaku seseorang, terutama pada generasi muda dan anak-anak. Peserta didik yang berada dalam lingkungan pesantren, maka pesantren adalah lingkungan yang mempunyai peranan penting dan pengaruh yang besar dalam pendidikan anak. Karena pesaantren merupakan tempat peserta didik tumbuh, baik jasmani maupun rohani. Lingkungna pesantren sangat berpengaruh dalam membentuk aqidah, mental, spiritual dan kepribadian, serta pola pikir peserta didik. Yang kita tanamkan pada masa-masa tersebut akan terus membekas pada jiwa anak dan tidak mudah hilang atau berubah sesudahnya.
Pesantren sebagai tempat belajar yang memiliki pengaruh besar bagi perkembangan peserta didik. Oleh karena itu, setiap komunitas pesantren dalam hal ini para guru harus memperhatikan kondisi pesantren. Karena pesantren merupakan lingkungan baru bagi anak. Tempat bertemunya ratusan anak dari berbagai kalangan dan latar belakang yang berbeda, baik status sosial maupun agamanya. Di pesantren inilah anak akan terwarnai oleh berbagai corak pendidikan, kepribadian dan kebiasaan, yang dibawa masing-masing anak dari lingkungan dan kondisi rumah tangga yang berbeda-beda.Seorang ustad adalah merupakan figur dan tokoh yang menjadi panutan peserta didik dalam mengambil semua nilai dan pemikiran tanpa memilah antara yang baik dengan yang buruk. Karena anakanak memandang, guru adalah sosok yang disanjung, didengar dan ditiru, sehingga pengaruh guru sangat besar terhadap kepribadian dan pemikiran anak.
Para ustad sebagai teman ataupun teman-teman sejawat memiliki peran dan pengaruh besar dalam pendidikan, sebab teman mampu membentuk prinsip dan pemahaman yang tidak bisa dilakukan kedua orang tua. Lingkungan yang kondusif dalam pola pembelajaran akan mendorong anak-anak lebih menghayati nilai-nilai kebaikan. Nilai-nilai kebaikan dalam tindakan yang sederhana seperti saling berbagi, saling menjelaskan untuk teman-temannya akan lebih mudah bagi anak-anak itu menciptakan pengaruh lingkungan yang positif, seperti yang dikatakan oleh Ramadlan al-Qadzdzafi adalah menempati posisi lingkungan. Lingkungan adalah ruang di mana seseorang hidup, baik ruangan fisik, mental maupun spiritual. Lingkungan itu sendiri sebenarnya netral, tidak mempengaruhi apa-apa jika hanya dilalui sepintas kilas. Ia baru mempengaruhi manusia ketika menstimuli manusia secara berulang-ulang, terus menerus dalam waktu yang lama. Pengaruh lingkungan terhadap manusia bisa berupa membentuk atau mengubah tingkah laku, bisa positif bisa  juga negatif bergantung kepada faktor-faktor apa yang relevan dengan kegiatan atau dengan perhatian manusia.
Manusia adalah makhluk sosial yang dapat dipengaruhi oleh lingkungan sosial di mana ia berada. Seringkali pengaruh lingkungan itu sangat besar sehingga bukan hanya mengubah atau meluruskan, tetapi sampai mengalahkan tabiat asal seseorang. Dalam hadits shahih dikatakan bahwa setiap bayi dilahirkan dalam keadaan fitrah kemudian lingkungan kedua orang tuanyalah yang menjadikannya sebagai Yahudi, Nasrani atau Majusi. Rasulullah bersabda:
(مَا مِنْ مَوْلُوْدٍ إِلاَّ يُوْلَدُ عَلىَ الْفِطْرَةِ فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ (متفق عليه “Tidak ada bayi terlahir kecuali dilahirkan dalam keadaan fitrah (suci/netral). Maka, kedua orang tuanyalah yang akan menjadikannya seorang Yahudi, Nasrani atau Majusi”. Hadits ini menegaskan adanya pengaruh lingkungan terhadap kepribadian manusia; baik lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, lingkungan tetangga dan lain sebagainya. Di sinilah perlunya keteladanan yang baik dari setiap orang yang menjadi figur di lingkungannya. Kedua orang tua harus menjadi teladan baik untuk keluarga dan anak-anaknya. Guru harus menjadi teladan untuk anak-anak didiknya. Pemimpin harus menjadi teladan bagi semua bawahannya. Dengan keteladanan dan pembiasaan ternyata mampu menjadi metode pembelajaran yang efektif bagi anak, baik dalam penanaman nilai-nilai  agamis  maupun pembelajaran formal. Ibnu Jazzar Al-Qairawani mengatakan,“sebenarnya sifat-sifat buruk yang timbul dari diri anak bukanlah lahir dari fithrah mereka. Sifat-sifat tersebut terutama timbul karena kurangnya peringatan sejak dini dari orang tua dan para pendidik. Semakin dewasa usia anak, semakin sulit pula baginya untuk meninggalkan sifat-sifat buruk. Banyak sekali orang dewasa yang menyadari sifat-sifat buruknya, tetapi tidak mampu mengubahnya. Karena sifat-sifat buruk itu sudah kuat mengakar di dalam dirinya, dan menjadi kebiasaan yang sulit untuk ditinggalkan. Maka berbahagialah para orang tua yang selalu memperingati dan mencegah anaknya dari sifat-sifat buruk sejak dini, karena dengan demikian, mereka telah menyiapkan dasar kuat bagi kehidupan anak di masa datang. Lingkungan pendidikan adalah suatu institusi atau kelembagaan di mana pendidikan itu berlangsung. Lingkungan tersebut akan mempengaruhi proses pendidikan yang berlangsung. Dalam beberapa sumber bacaan kependidikan, jarang dijumpai pendapat para ahli tentang pengertian lingkungan pendidikan Islam. Menurut Abuddin Nata, kajian lingkungan pendidikan Islam (tarbiyah Islamiyah) biasanya terintegrasi secara implisit dengan pembahasan mengenai macam-macam lingkungan pendidikan. Namun demikian, dapat dipahami bahwa lingkungan pendidikan Islam adalah suatu lingkungan yang di dalamnya terdapat ciri-ciri ke-Islaman yang memungkinkan terselenggaranya pendidikan Islam dengan baik. Sebagaimana yang telah disinggung di bagian pendahuluan, bahwa dalam al-Qur’an tidak dikemukakan penjelasan tentang lingkungan pendidikan Islam tersebut, kecuali lingkungan pendidikan yang terdapat dalam praktek sejarah yang digunakan sebagai tempat terselenggaranya pendidikan, seperti masjid, rumah, sanggar para sastrawan, madrasah, dan universitas. Meskipun lingkungan seperti itu tidak disinggung secara lansung dalam al-Qur’an, akan tetapi al-Qur’an juga menyinggung dan memberikan perhatian terhadap lingkungan sebagai tempat sesuatu. Seperti dalam menggambarkan tentang tempat tinggal manusia pada umumnya, dikenal istilah al-qaryah yang diulang dalam al-Qur’an sebanyak 52 kali yang dihubungkan dengan tingkah laku penduduknya. Sebagian ada yang dihubungkan dengan pendidiknya yang berbuat durhaka lalu mendapat siksa dari Allah (Q.S. 4: 72; 7:4; 17:16; 27:34) sebagian dihubungkan pula dengan penduduknya yang berbuat baik sehingga menimbulkan suasana yang aman dan damai (16:112) dan sebagian lain dihubungkan dengan tempat tinggal para nabi (Q.S. 27: 56; 7:88; 6:92). Semua ini menunjukkan bahwa lingkungan berperan penting sebagai tempat kegiatan bagi manusia, termasuk kegiatan pendidikan Islam. Semoga....

Artikel Terkait Kajian Pendidikan Islam

Komentar Postingan