Kamis, 24 Oktober 2013

PELUANG DAN TANTANGAN MAJLIS TA’LIM DALAM MENCERDASKAN KEHIDUPAN BANGSA

                                (disampaikan dalam pelatihan MT sekabupaten Ciamis)
Oleh : Dadang Gani, M.Ag

  1. Pendahuluan
Tantangan pendidikan dan dakwah Islam semakin hari semakin kompleks, selain dituntut untuk memberi jawaban atas masalah-masalah domestik ajaran Islam, juga ditantang untuk memberikan solusi atas beragam persoalan yang mengemuka akibat pola kehidupan yang saling terhubung satu sama lain. Saat ini telah terjadi dekadensi moral dan nilai budaya di masyarakat kita. Sebagian masyarakat lebih memilih berkomunikasi dengan kekerasan daripada memajukan nalar dan akal sehat.
Majlis ta’lim sebagai pintu gerbang pendidikan Islam mau tidak mau harus menghadapi permasalahan yang muncul akibat dari dunia yang semakin mengglobal, bergerak dan berubah semakin cepat dan kompetitif. Majlis Ta’lim dituntut untuk terus dapat meningkatkan kualitas dirinya agar dapat berperan lebih besar dalam menjembatani kesenjangan yang terjadi antara kondisi nyata umat Islam dengan perkembangan dunia yang semakin maju serta menjadi agen perubahan (agent of change), membawa umat Islam menuju kondisi yang lebih maju sesuai dengan tujuan da’wah yaitu untuk mencapai masyarakat khairu ummah, sebagaimana ditegaskan melalui QS. Ali Imran ayat 110. Masyarakat khairu ummah setidaknya memiliki 3 ciri yang menandai karakter masyarakat ideal yang dicita-citakan: 1) memiliki akidah yang kuat 2) memiliki kontribusi yang baik untuk manusia lainnya dan 3) memiliki kualitas kebaikan dalam bentuk peradaban yang bernilai tinggi. Pada dasarnya proses pendidikan di majlis ta’lim seharusnya mampu mengembangkan nilai-nilai ruhaniah anggota atau jama’ah majlis sehingga tercermin dan terwujud dalam dirinya suatu pengetahuan dan tindakan sosial yang islami. Proses itu secara ideal diimbangi dengan penanaman mental dan karakter yang membuat anggota majlis mampu menghadapi problem kehidupan ini. Mental dan karakter yang sudah terinternalisasi dalam diri akan menjadi utuh dan tersatukan dalam jiwa, sehingga membentuk integritas personal. Secara khusus pendidikan keagamaan berperan dalam membentuk kepribadian dan ketakwaan seseorang.

  1. Majlis Ta’lim Dalam Analisis SWOT
Menilai kadar kualitas sebuah majlis ta’lim dapat dilihat melalui analisa  SWOT. Metode analisis ini merupakan kependekan dari Strength (kekuatan), Weakness (kelemahan), Opportunity (peluang), dan Treath (ancaman). Dalam analisis ini, dipikirkan tentang kekuatan apa saja yang dimiliki, kelemahan apa saja yang melekat pada lembaga, dan kemudian juga dilihat kesempatan/peluang atau Opportunity yang terbuka dan akhirnya mampu untuk mengetahui ancaman, ganguan serta tantangan yang menghadang.
Secara umum kekuatan yang dimiliki oleh majlis ta’lim di Indonesia sekarang ini adalah : 1) Memiliki banyak jamaah dari kalangan wanita, wanita memiliki peranan utama dalam pendidikan sebuah keluarga. Seorang ibu yang memiliki kualitas keagamaan yang tinggi tentu akan berpengaruh besar terhadap kualitas keagamaan anak-anaknya. Dalam sebuah ungkapan disebutkan bahwa Al-Ummu madrasah Al-ula, ibu adalah sekolah pertama bagi anak-anaknya. Ketika seorang ibu selalu menghadiri majlis keilmuan dan mengisi hati dan akalnya dengan materi keislaman maka secara otomatis dia akan terbangun dalam kualitas nilai islami yang membanggakan. Ibu tersebut memiliki peran lebih dari sebuah lembaga pendidikan formal yaitu membangun kecerdasan intelektual, emosional dan spiritual anak sehingga dapat menjadi insan paripurna di kemudian hari; 2) Memiliki pleksibilitas dalam pelaksanaannya, Dalam prakteknya, proses pendidikan dan pengajaran keislaman di majelis talim sangat pleksibel dan  terbuka serta tidak terikat oleh suatu kondisi tempat dan waktu. Tempatnya bisa dilakukan di rumah, mushola, masjid, gedung, aula, halaman dan sebagainya. Demikian juga dengan waktu penyelenggaraanya bisa pagi, siang, sore maupun malam hari. Pleksibelitas inilah yang membuat majelis ta’lim mampu bertahan sebagai lembaga pendidikan yang paling kuat dan melekat dekat dengan dinamika masyarakatnya karena tidak terlalu membebani mereka; 3) Memiliki banyak anggota jamaah, majlis ta’lim di berbagai belahan bumi nusantara tumbuh sangat pesat dan memiliki anggota yang sangat banyak hampir sembilan juta orang terdiri dari kalangan tua ataupun remaja pria ataupun wanita yang memenuhi kurang dari setengah jumlah mesjid yang berkisar 290.000 buah, Jumlah jama’ah sebanyak itu tidak mengagetkan karena penduduk muslim yang ada di Indonesia menurut hasil sensus penduduk Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2012, tercatat sebanyak 207.176.162 dari total penduduk Indonesia yang 244.693.997 jiwa; 5) Adanya partisipasi Pemerintah, dalam hal ini partisipasi pemerintah baik berupa produk hukum, bantuan pendanaan, kegiatan, pembangunan mesjid ataupun lainnya yang dapat menunjang pelaksanaan pengajian majlis ta’lim; 6) Memiliki akar sejarah lembaga pendidikan paling pertama sejak zaman Rasulullah SAW, Majelis ta’lim sudah ada sejak zaman Rasulullah SAW saat dakwah pertamanya yang bertempat di rumah Arqom bin Al-Arqom. Yang biasa disebut dengan halaqoh ‘ilmiyyah. Pada zaman Nabi, di kalangan anak-anak juga dikembangkan kelompok pengajian khusus yang disebut al-Kuttab yang mengajarkan baca al-Qur’an, yang dalam perkembangan selanjutnya menjadi semacam pendidikan formal untuk anak-anak, karena di samping baca al-Qur’an juga diajarkan ilmu agama seperti fikih, tauhid dan sebagainya; 7) Pola pengajaran materi yang menyeluruh, materi-materi yang disampaikan biasanya dibagi pada empat wilayah pokok yaitu akidah, syari’ah, mu’amalah dan akhlak. Kurikulum tersebut diharapkan dapat membekali anggota majlis menanamkan nilai-nilai Islam secara utuh; 8) Berperan sebagai kaderisasi umat, majlis ta’lim sebagai lembaga pengkaderan bagi umat dengan bertujuan membentuk para anggotanya berakhlak mulia sebab akhlak adalah tolak ukur utama yang akan menentukan baik buruknya kehidupan umat manusia. Sebab krisis berkepanjangan yang sedang melanda bangsa Indonesia saat ini termasuk di dalamnya kerusakan lingkungan yang banyak menimbulkan bencana alam, awalnya bersumber dari adanya krisis kepribadian. Ada hubungan kuat antara kader yang mampu memimpin umat dengan perolehan ilmu pengetahuan seperti yang dinyatakan oleh Abu al-A’la al-Maududi dalam bukunya al-Manhaj al-Islami al-Jadidu li al-Tarbiyah wa al-Ta’lim tahun 1402 H/1982 M hlm 10-11.  Kaderisasi umat yang dimaksudkan adalah  majlis ta’lim sebagai wahana pembentukkan kader-kader tangguh dengan membentuk sumber daya yang berkualitas. Seperti dasar ayat dalam al-Qur’an surat Ali Imran ayat 110 tentang Khoiru ummat dan Al-Nisa ayat 9 tentang kaderisasi.
            Bagi majlis ta’lim, sukses atau tidaknya sebuah majlis dapat diukur dari keberhasilan proses internal yang dikembangkannya dengan munculnya kader-kader baru pembangun masyarakat Islami. seperti halnya Rasulullah saw yang menghasilkan kader-kader potensial. Sebagaimana yang dinyatakan Ahmad Madkur  :
أن أهداف منهج التربية في الإسلام هو إعداد الإنسان الصالح القادر علي عمارة الأرض وترقيتها وفق منهج الله , بأن يكون عبدا ربانيا تقيا دائم الصلة بالله في كل فكر أو عمل أو عمل أو شعور.
9) Adanya Ikatan persaudaraan yang kuat, sesama anggota satu majlis ta’lim biasanya terbentuk ikatan ukhuwwah yang relatif erat. Hal tersebut disebabkan selain karena satu lingkungan tetapi juga timbul satu perasaan belajar bersama, bahu membahu dalam setiap kegiatan majlis dan lainnya. Ini tentu lambat laun akan memupuk rasa persatuan sesama anggota umumnya sesama umat Islam. Terlebih ketika majlis ta’lim tersebut terletak di perkotaan yang masyarakatnya sangat heterogen.
Adapun kelemahan yang seringkali ada pada majlis ta’lim adalah : 1) Termasuk pendidikan nonformal sehingga minimnya aspek manajerial dan kedisiplinan, majlis ta’lim bisa disebut sebagai lembaga pendidikan diniyyah nonformal. Pada kenyataanna ketika sebuah kegiatan ataupun program bukan merupakan hal yang formal maka pelaksanaan di dalamnya akan sangat tergantung pada kesadaran anggotanya. Begitu juga sebuah majlis ta’lim sangat tergantung pada kesadaran pengurus dan anggotanya dalam mengembangkan kegiatan dalam proses membina umat;  2) Kurikulum yang disajikan tidak tersusun secara sistematis; Di sebagian majlis ta’lim masih terdapat kekurangsempurnaan dalam sistematika penyusunan kurikulum pengajiannya, sehingga menyebabkan materi yang disajikan tumpangtindih dan membuat anggota majlis bosan mendengarnya. Padahal prinsip penyajian materi keagamaan dalam majlis ta’lim sama dengan  prinsip penyajian materi dalam lembaga formal. Pada prinsipnya menentukan dan menyajikan materi pengajian agama di majlis ta’lim, seyogyanya  memperhatikan hal-hal berikut: a) Materi agama yang akan disajikan dalam pembelajaran benar-benar berasal dari sumber yang dipertanggungjawabkan sehingga tidak ada yang salah dan rancu ataupun tumpangtindih materi satu dengan materi lainnya.; b) Materi tersebut merupakan inti dari setiap tema materi pengajian sehingga memberikan pemahaman untuk anggota majlis sebagai subjek belajar dan materi agama tersebut yang dipilih benar-benar diperlukan; c) Materi agama yang dipilih dapat memberikan manfaat keilmuan bagi para anggota. Yaitu memberikan manfaat sebagai dasar-dasar pengetahuan agama sehingga akan dikembangkan lebih lanjut pada jenjang pengajian berikutnya dan bermanfaat untuk dapat mengembangkan dan merealisasikan nilai-nilainya pada kehidupan sehari-hari; d) Materi yang memungkinkan untuk dipelajari oleh sebagian besar anggota majlis baik dari aspek tingkat kesulitannya yaitu tidak terlampau sulit sehingga menyebabkan anggota majlis sangat terbebani dalam memahami dan menguasainya; e) Materi agama yang dipilih yaitu yang menarik minat dan dapat memotivasi anggota majlis untuk mempelajari lebih lanjut, menumbuhkan rasa ingin tahu sehingga memunculkan dorongan untuk mengembangkan sendiri kemampuan mereka. Karena itu dalam melaksanakan aktivitas dakwah, pelaksana dakwah harus membuat perencanaan dakwah yang sistematis dan terpadu.; 3) Sebagian majlis ta’lim tidak memiliki Ustad atau nara sumber yang mumpuni sehingga proses  pengajaran dan pengajiannya seadanya, memang tidak setiap majlis ta’lim memiliki ustadz yang mumpuni dalam keilmuan dan manajemen mesjidnya sebab terlalu banyak masjid dan majlis ta’lim yang ada. Dalam permasalah ustadz ini bukan keilmuan saja yang dibicarakan tetapi aspek maliyyah yang dimiliki oleh seorang ustadz, apakah ustadz tersebut bersemangat dalam menyampaikan materi karena ada insentifnya ataupun karena tanggungjawabnya sebagai muslim; 4) Tidak menggunakan sumber rujukan, kelemahan ke tiga tadi bergaris lurus dengan kelemahan ini yaitu dalam proses pengajaran dan pengajiannya, bagi ustad yang “kurang mahir” tentu sekemampuan dia dalam menyampaikan materi, malah yang paling patal bisa terjadi kesalahan dalam memahami materi agama yang disampaikan. Seorang ustad yang berperan dalam sebuah majlis ta’lim tentunya dituntut untuk menguasai berbagai aspek yang berkaitan dengan materi keislaman baik tafsir, fikih hadits, ilmu hadits, ushul fikih dan lainnya. Sehingga di beberapa wilayah masih banyak yang kekurangan ustad seperti itu ; 5) Materi ke-islam-an yang disampaikan terkadang didominasi oleh faham yang dianut oleh ustadnya, merupakan hal yang biasa dalam pemahaman keislaman muncul banyak faham yang berbeda-beda dikarenakan berbeda dari metodologi istimbath dalam hukum Islam, hal ini tentu memiki eses negatif dalam keberagamaan intern umat Islam itu sendiri. Dalam sebuah majlis ta’lim, ketika para ustadznya memiliki kecondongan pada paham tertentu maka jelas mereka akan mengajarkan sesuai dengan yang mereka yakini. Padahal di antara anggota majlis ta’lim tidak semuanya sama dalam memahami materi keislaman. Biasanya hal ini terjadi pada wilayah perkotaan, sehingga keadaan ini membutuhkan pola dan metode pengajaran tertentu. Dalam hal ini perlu dipersiapkan keahlian dalam penyampaian sesuai dengan tingkat kemampuan dari objek dakwah, sebagaimana sabda nabi Muhammad Saw, “Kami diperintah supaya berbicara kepada manusia menurut kadar akal (kecerdasan) mereka masing-masing” (H.R. Muslim); 6) Kendala sarana dan prasarana. Perbedaan latar belakang pendidikan dan ekonomi merupakan hal mendasar dalam penyediaan perangkat dan saranan dakwah bagi sebuah majlis ta’lim. Membaca buku dan browsing internet mungkin dapat dilakukan oleh sebagian anggota majlis tapi akan menjadi sesuatu yang langka bagi sebagian besar anggota majlis lainnya; 7) Metode pengajaran kurang dinamis, biasanya metode pengajaran di majlis ta’lim bersifat monoton sehingga membuat bosan anggota majlis. Padahal banyak metode yang bisa digunakan untuk penyampaian materi pengajian baik itu metode ceramah, tanya jawab, bahsul masail dan  latihan. Metode ceramah (lecturing) mestinya diimbangi dengan penggunaan media seperti LCD, papan tulis, dan catatan makalah atau dengan menggunakan “kitab kuning”. Selain itu, metode dakwah bisa dikembangkan kepada metode-metode yang lebih bersifat partisipatif, artinya mad’u dapat dilibatkan dalam mengemukakan persoalan-persoalan yang dihadapinya. Metode tanya jawab merupakan metode yang sangat efektif dalam merangsang para jamaah untuk berpartisipasi aktif dalam forum ta'lim melalui pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh ustad. Di samping untuk menggali kemampuan jamaah mengkritisi sebuah persoalan, metode ini juga bisa membantu jamaah ikut memikirkan jawaban-jawaban dari persoalan yang muncul, sehingga akan muncul berbagai informasi dan altematif jawaban dari jamaah itu sendiri. Metode tanya jawab juga efektif untuk memusatkan perhatian jamaah ke topik pembahasan, menyelingi ceramah, ataupun untuk menjuruskan perhatian jamaah ke masalah tertentu. Metode ini dimaksudkan untuk melatih dan meningkatkan ketrampilan atau kecakapan motoris para amaah, seperti melafalkan ayat atau hadis, serta kecakapan asosiasi, seperti menulis dan menyambung-nyambungkan huruf. Metode ini biasanya sangat tepat digunakan untuk bidang pengajaran al-Quran atau pengajaran kitab kuning (kitab gundul) yang menuntut jamaahnya bisa menulis, membaca dan memahami. Metode diskusi atau bahsul masail adalah pembahasan suatu masalah melalui jalan diskusi yang melibatkan seluruh jamaah, baik dari penyampaian masalah, pembahasan masalah, hingga solusi atau jawaban dari masalah yang muncul. Dengan kata lain, metode diskusi menekankan konsep pengajaran dari jamaah, oleh jamaah, dan untuk jamaah. Dalam metode ini, seorang ustad bertindak sebagai moderator atau pimpinan diskusi; 8) Masalah paradigma berpikir, dalam pengembangan nilai dan pengetahuan keislaman jamaah majlis ta’lim, proses pelaksanaannya cenderung bersifat transformasi materi ajar saja, sehingga pendidikan nilai sebagian hanya terfokus pada pembentukan anggota majlis supaya memahami keberagamaan yang baik, belum mencapai tahap internalisasi nilai pada diri mereka dalam kehidupan. Dalam hal ini memang harus ada rekonstruksi kreatif dalam aspek metodologi pengajian dari yang dogmatis-doktriner dan tradisional menuju kepada pembelajaran yang lebih dinamis-aktual dan kontekstual.
Adapun peluang yang dihadapi dan dimiliki majlis ta’lim adalah : 1) Motivasi dan minat anggota majlis ta’lim yang tinggi. Di era yang sedang krisis moral dan krisis kejujuran seperti ini diperlukan peran serta pendidikan agama Islam yang lebih dominan. Minat adalah sumber motivasi yang mendorong seseorang untuk melakukan apa yang ingin dilakukan ketika bebas memilih. Ketika seseorang menilai bahwa sesuatu akan bermanfaat, maka akan menjadi berminat, kemudian hal tersebut akan mendatangkan kepuasan. Ketika kepuasan menurun maka minatnya juga akan menurun. ; 2) Adanya kebutuhan rohani setiap manusia, Pada kehidupan masyarakat kota dan modern yang cenderung konsumtif dan hedonis, membutuhkan petunjuk jiwa, sehingga kajian-kajian agama berdimensi sufistik kian menjamur. Ini menjadi salah satu peluang bagi pengembangan lembaga-lembaga seperti majlis ta’lim; 3) Secara realitas, mayoritas penduduk Indonesia adalah muslim, bahkan merupakan komunitas muslim terbesar diseluruh dunia. Ini adalah peluang yang sangat strategis bagi pengembangan lembaga pendidikan Islam termasuk majlis ta’lim.
Adapun ancaman dan tantangan Majlis ta’lim adalah : 1) Arus globalisasi yang menyebabkan pudarnya nilai moralitas, Terjadinya sikap mementingkan diri sendiri (individualisme) sehingga kegiatan gotong royong dan kebersamaan dalam masyarakat mulai ditinggalkan; Terjadinya sikap materialisme, yaitu sikap mementingkan dan mengukur segala sesuatu berdasarkan materi karena hubungan sosial dijalin berdasarkan kesamaan kekayaan, kedudukan sosial atau jabatan; Adanya sikap sekularisme yang lebih mementingkan kehidupan duniawi dan mengabaikan nilai-nilai agama; dominannya nilai-nilai budaya yang melanggar nilai-nilai kesopanan dan budaya bangsa melalui media massa; Masuknya budaya asing yang tidak sesuai dengan nilai-nilai budaya bangsa; 2) Dominannya paham tertentu sehingga muncul kefanatikan (ta’ashubiyyah);  pengajian yang bersumberkan al-Qur’an dan Hadits terkadang dicemari oleh kefanatikan ustad yang dijadikan nara sumber sehingga berpengaruh kepada pengetahuan dan sikap anggota majlis tersebut. Mereka sangat mudah sekali menvonis sesat, bahkan kafir terhadap seudara-saudara mereka sesama muslim yang mereka anggap jatuh kepada kesalahan-kesalahan. Tanpa ada sikap nasehat yang baik terlebih dahulu; 3) Adanya kegiatan kontraproduktif yang dilaksanakan, ada sebagian anggota jama’ah sebuah majlis yang datang ke majelis ta’lim hanya berorientasi pada kegiatan yang menyenangkan mereka saja seperti arisan, bertukar pikiran tentang resep makanan dan lainnya.


S (Kekuatan)
W (Kelemahan)
O (Peluang)
Majlis Ta’lim harus memanfaatkan peluang menjadikan kekuatan atau sebaliknya.
Peluang digunakan untuk menekan sebuah kelemahan yang ada.
T (Ancaman)
Kekuatan digunakan untuk menekan ancaman yang terjadi.
Majlis Ta’lim, sebelum datang sebuah ancaman harus menutupi kelemahan-kelemahan yang ada dengan kekuatan dan peluang.
Bagan

C. Pemberdayaan Majlis Ta’lim

Pembelajaran di majlis ta’lim pada intinya bertujuan untuk : (a) Penanaman nilai ajaran Islam sebagai pedoman mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat; (2) Pengembangan keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT serta akhlak mulia anggota majlis seoptimal mungkin, yang telah ditanamkan lebih dahulu dalam lingkungan keluarga; (3) Penyesuaian mental anggota majlis terhadap lingkungan sosial melalui materi yang telah diterima; (4) Perbaikan kesalahan dan kelemahan pemikiran, penghayatan dan pengamalan nilai islam yang keliru dalam kehidupan sehari-hari; (5) Pencegahan terhadap anggota majlis dari hal-hal negatif yang akan dihadapinya sehari-hari. 
Ali Ahmad Madkur dalam bukunya Manhaj al-Tarbiyah fi al-Tashawwuri al-Islamy mengatakan bahwa proses pendidikan adalah sebuah proses menghantarkan anggota majlis/yang dididik pada derajat kesempurnaan yang sudah digariskan Allah swt yaitu kesempurnaan yang mencakup seluruh sisi jiwa manusia.
فالهدف في التربية إذن هو إيصال المربي إلي درجة الكمال التي هيأ الله لها. وهي تشمل جميع جوانب النفس الإنسانية. أي جميع جوانب الشخصية الإنسانية. وهي تستعين بوسائل منها التعليم

Peran dan fungsi majelis ta’lim diyakini dapat menghantarkan tujuan pendidikan Islam itu sendiri dalam wujud tatanan masyarakat ideal yang sesuai dengan nilai-nilai islam sebagai rahmatan lil’alamin. Adapun upaya memaksimalkan peran dan fungsi majelis ta’lim yang perlu dilakukan adalah: Pertama, memperkuat fungsi majelis ta’lim sebagai tempat pendidikan dan pengajaran agama Islam secara luas, agar dapat dikembangkan dan diejawantahkan dalam kehidupan sehari-hari. Pokok ajaran Islam baik akidah, syariah, akhlak seyogyanya terintegrasi dan terinternalisasi dalam kehidupan nyata umat. Selain mengajarkan tentang ibadah transendental dalam arti hubungan vertikal antara manusia dengan Allah Swt, tapi juga mencakup bagaimana seharusnya seorang muslim menjalin hubungan horisontal dengan sesama manusia dan lingkungannya; Kedua, meningkatkan fungsi majelis ta’lim dari tempat penyelenggaraan pengajian menjadi wahana melakukan kaderisasi umat Islam. Kaderisasi adalah suatu system menyiapkan generasi yang akan datang. Sistem ini dikemas dan diakltualisasikan dengan sungguh di majelis ta’lim. Setiap majelis ta’lim, sesuai dengan tujuan, misi dan visinya harus melakukan pengkaderan di kalangan jamaahnya. Dengan demikian keberlangsungan majelis ta’lim akan terus berlanjut; Ketiga, mengembangkan fungsi konseling. Sebagai salah satu lembaga pendidikan non formal, majelis ta’lim bertanggung jawab  untuk mendidik dan membantu jamaahnya untuk dapat beradaptasi dengan lingkungan masyarakatnya dan mampu memecahkan berbagai persoalan hidup yang dihadapinya. Melalui kegiatan yang dikemas sedemikian rupa diharapkan dapat membantu jamaah yang mengalami persoalan-persoalan kehidupan, baik pribadi maupun sosial. Dalam situasi seperti inilah peran dan fungsi konseling akan terasa diperlukan oleh berbagai pihak yang terlibat di majelis ta’lim, terutama para jamaahnya; Keempat, menjadikan majelis ta’lim sebagai pusat pengembangan keterampilan atau skill jamaah. Setiap muslim idealnya bisa berperan ganda dalam kehidupannya, yaitu sebagai ‘abid (penyembah Allah) dan sekaligus sebagai khalifah fil ardh (orang yang memakmurkan bumi). Dalam konteks inilah majelis ta’lim bisa menjadi pusat pengembangan keterampilan / skill bagi jamaahnya; Kelima, meningkatkan peran pemberdayaan masyarakat melalui pengembangan potensi ekonomi dan sosial. Sebagai tempat berkumpulnya jamaah, majelis ta’lim diharapkan bisa menjadi media sosial dalam mengkomunikasikan upaya-upaya pembangunan umat, baik secara lahir maupun batin. Melalui majelis ta’lim yang merupakan sarana efektif dalam interaksi sosial dapat disampaikan informasi yang dapat menggugah jamaahnya untuk berfikir dan melakukan langkah-langkah produktif dalam rangka pemberdayaan ekonomi dan sosial jamaah; Keenam, menjadikan majelis ta‘lim sebagai wadah silaturrahmi dan rekreasi ruhani. Majelis ta’lim tidak hanya berfungsi sebagai tempat belajar agama Islam, namun juga mampu member warna bagi jamaahnya dalam pembinaan solidaritas sosial yang kuat antar umat Islam melalui silaturrahim; Ketujuh, mengembangkan fungsi sebagai pusat komunikasi dan informasi. Melalui pengembangan fungsi ini diharapkan jamaah akan selalu mendapatkan informasi yang up to date mengenai perkembangan sosial budaya yang terjadi disekitarnya maupun perkembangan dunia yang terjadi dengan sangat cepat; Kedelapan, menjadikan majelis ta’lim sebagai lembaga kontrol sosial (social control). Dengan fungsi control ini. Eksistensi majelis ta’lim akan semakin diperlukan di tengah-tengah masyarakat. Majelis ta’lim berperan besar dalam transfer pengetahuan dari pengajar kepada jamaahnya dan sekaligus berperan besar dalam memecahkan problematika sosial keagamaan yang dihadapi umat. Seperti misalnya dalam hal mengantisipasi aliran-aliran sesat, pendangkalan akidah, kemaksiatan dan prilaku asosial lainnya yang selalu muncul dan mengancam sendi-sendi kehidupan umat manusia, khususnya umat Islam. Disinilah majelis ta’lim akan tampil efektif sebagai agen kontrol sosial melalui berbagai peranan dan fungsi yang dijalankannya

  1. Penutup
Majelis ta’lim sebagai lembaga pendidikan nonformal terdepan memiliki potensi dan peran yang besar manakala dapat diberdayakan secara maksimal. Dalam perspektif manajemen, pemberdayaan bukan hanya menyangkut kelembagaan saja, melainkan juga personal dan hubungan antar anggotanya. Melalui analisi SWOT di atas setidaknya dapat diketahui kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman dalam perjalanan majlis ta’lim tersebut. Dengan itu bisa dicari jalan keluar agar peran dan fungsinya dapat berjalan dengan maksimal. Semoga !

Sumber Bacaan

Aziz , 2009, Ilmu Dakwah,  Jakarta: Kencana.
Departemen Agama, 1984,  Al-Qur’an dan Terjemahnya, Jakarta.
Hamidah, 2006, Gerakan Wanita Islam Indonesia: Suatu Kajian Sosio-Historis Terhadap Aisyiah-Nasyiatul Aisyiah dan Muslimat Fatayat NU, Makalah disampaikan pada acara “Annual Conference” di Bandung pada tanggal 26-30 November 2006.
Kurzman, Charles (Ed.). 2002,  Modernist Islam 1840-1940. Oxford: Oxford University Press.
Madkur, Ali Ahmad, 2002, Manhaj al-Tarbiyah fi al-Tashawwuri al-Islamy, Kairo, Cetakan Pertama, Dar al-Fikr al-Araby
Mulkhan, Abdul Munir, 1996, Ideologisasi Gerakan Dakwah. Yogyakarta: SI Press.

Artikel Terkait

    Tidak ada komentar:

    Posting Komentar

    Komentar Postingan