Dalam persfektif pendidikan Islam makna pendidik/guru dalam bahasa Indonesia lebih tepat disandingkan dengan kata murabbi karena kata ini memiliki arti yang sangat mendalam. Kata murabbi berasal dari Bahasa Arab, kata itu merupakan bentuk ism al-faail (menunjuk pada seseorang) dari rabba jadi murabbi yang berarti seorang pendidik. Dilihat dari ilm isytiqaq al-kalimah (ilmu asal kata), kata itu berasal dari ربي - يربو yang berarti berkembang, tumbuh, menjadi kompleks. Kata ربي – يربو ini lalu ditransitifkan menjadi ربي – يربي – تربية yang berarti mengembangkan, menumbuhkan dan membuat sesuatu relatif lebih kompleks.
Seorang pendidik berkewajiban untuk mengembangkan sesuatu yang seharusnya berkembang atau tumbuh dari seorang murid, baik itu aspek pengetahuan (majal al-'ilm), moralitas (majal al-khuluq) dan keterampilan (majal al-tathbiiq). Seperti yang diungkap Bloom yaitu aspek kognitif (ranah cipta), affektif (ranah rasa) dan psikomotorik (ranah karsa), ketiga ranah inilah menjadi dasar pengembangan seorang pendidik. Dalam bahasa Arab kata pendidik juga bisa disebut dengan muallim "orang yang menyampaikan pengetahuan" atau dalam bahasa Inggris disebut teacher yang memiliki arti sederhana, yakni person who occupation is a teaching athers artinya guru adalah seseorang yang pekerjaannya mengajar (materi ajar) kepada orang lain (T. McLoad, 1989 ; 123). Jelaslah bahwa makna pendidik dalam pendidikan Islam berarti seseorang yang mengembangkan, menumbuhkan ketiga wilayah tadi yang ada pada murid.
Dalam persfektif pendidikan Islam, ada juga tiga kompetensi pokok yang diisyaratkan al-Quran yang harus dimiliki oleh seorang pendidik, yaitu : pertama, Kompetensi ‘ilmiyyah kompetensi ini adalah kemampuan seorang guru atau pendidik dalam hal penalaran, pemahaman artinya dia harus menguasai materi-materi yang akan disampaikan termasuk pengetahuan tentang strategi dan metode yang akan diterapkan dalam pelaksanaan belajar-mengajar. Kedua. kompetensi khuluqiyyah, kompetensi ini berkaitan dengan aspek perilaku/sikap pendidik. Kompetensi ini bersifat abstrak dan sebagai inti gambaran seorang pendidik. Ketiga, kompetensi jismiyyah. Kompetensi ini berkaitan dengan fisik. Seorang guru harus memiliki jasmani yang sehat dan kemampuan dalam hal yang berkaitan dengan fisik artinya penerapan dan praktek dari setiap materi yang ada (Dadang, 2002; 43).
Dalam Ilmu Pendidikan kompetensi guru itu meliputi penguasaan content knowledge, behavioral skills dan human relation skills. Content knowledge merupakan penguasaan materi pengetahuan yang akan diajarkan kepada peserta didik. Behavioral skills merupakan keterampilan perilaku yang berkaitan dengan penguasaan didaktis metodologis yang bersifat paedagogis. Human relation skills merupakan keterampilan untuk melakukan hubungan baik dengan unsur manusia yang terlibat dalam proses pendidikan. Seorang guru harus memiliki hubungan kejiwaan yang baik dengan anak didiknya sebab anak didik merupakan “raw material” (bahan mentah) di dalam proses transformasi pengetahuan yang dilakukan oleh seorang guru, maka seorang guru harus merumuskan menyusun komponen-komponen sesuai dengan kebutuhan peserta didiknya. Hasil yang diharapkan di PBM tersebut adalah out put yang mengalami perubahan positif baik dalam dimensi ranah cipta, rasa, maupun karsanya sehingga cita-cita mencetak Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas pun tercapai. Dengan demikian, peranan guru dalam proses belajar mengajar memiliki pengaruh yang cukup besar dalam mengembangkan tingkah laku anak didik sesuai dengan perkembangan yang diharapkan dari tujuan pendidikan yang dicita-citakan.
Sedangkan kata murid yang sekarang ini mulai tergeser dengan istilah siswa, peserta didik, pelajar atau warga belajar sebenarnya dalam pandangan pendidikan Islam lebih layak untuk dibakukan karena luas makna yang dikandungnya. Jika dilihat dari asal kata, murid itu merupakan ism faail dari kata أراد – يريد – إرادة , maknanya memiliki keinginan, berkeinginan, berkehendak, memiliki minat, jika menjadi ism faail berarti seseorang yang memiliki keinginan dan minat yang tinggi untuk mengetahui sesuatu. Dalam hal ini, seorang murid selayaknya diposisikan secara aktif menjadi seseorang yang berkeinginan tinggi untuk belajar sehingga ini menjadikan dasar bagi pendidikan Islam untuk mengkreasi metode yang lebih menekankan pada keaktifan seorang murid. Semua macam kurikulim dari istilah CBSA, KBK dan KTSP itu menempatkan posisi murid sebagai seseorang yang aktif, guru hanya menjadi fasilitator (perantara) saja.
Seorang pendidik berkewajiban untuk mengembangkan sesuatu yang seharusnya berkembang atau tumbuh dari seorang murid, baik itu aspek pengetahuan (majal al-'ilm), moralitas (majal al-khuluq) dan keterampilan (majal al-tathbiiq). Seperti yang diungkap Bloom yaitu aspek kognitif (ranah cipta), affektif (ranah rasa) dan psikomotorik (ranah karsa), ketiga ranah inilah menjadi dasar pengembangan seorang pendidik. Dalam bahasa Arab kata pendidik juga bisa disebut dengan muallim "orang yang menyampaikan pengetahuan" atau dalam bahasa Inggris disebut teacher yang memiliki arti sederhana, yakni person who occupation is a teaching athers artinya guru adalah seseorang yang pekerjaannya mengajar (materi ajar) kepada orang lain (T. McLoad, 1989 ; 123). Jelaslah bahwa makna pendidik dalam pendidikan Islam berarti seseorang yang mengembangkan, menumbuhkan ketiga wilayah tadi yang ada pada murid.
Dalam persfektif pendidikan Islam, ada juga tiga kompetensi pokok yang diisyaratkan al-Quran yang harus dimiliki oleh seorang pendidik, yaitu : pertama, Kompetensi ‘ilmiyyah kompetensi ini adalah kemampuan seorang guru atau pendidik dalam hal penalaran, pemahaman artinya dia harus menguasai materi-materi yang akan disampaikan termasuk pengetahuan tentang strategi dan metode yang akan diterapkan dalam pelaksanaan belajar-mengajar. Kedua. kompetensi khuluqiyyah, kompetensi ini berkaitan dengan aspek perilaku/sikap pendidik. Kompetensi ini bersifat abstrak dan sebagai inti gambaran seorang pendidik. Ketiga, kompetensi jismiyyah. Kompetensi ini berkaitan dengan fisik. Seorang guru harus memiliki jasmani yang sehat dan kemampuan dalam hal yang berkaitan dengan fisik artinya penerapan dan praktek dari setiap materi yang ada (Dadang, 2002; 43).
Dalam Ilmu Pendidikan kompetensi guru itu meliputi penguasaan content knowledge, behavioral skills dan human relation skills. Content knowledge merupakan penguasaan materi pengetahuan yang akan diajarkan kepada peserta didik. Behavioral skills merupakan keterampilan perilaku yang berkaitan dengan penguasaan didaktis metodologis yang bersifat paedagogis. Human relation skills merupakan keterampilan untuk melakukan hubungan baik dengan unsur manusia yang terlibat dalam proses pendidikan. Seorang guru harus memiliki hubungan kejiwaan yang baik dengan anak didiknya sebab anak didik merupakan “raw material” (bahan mentah) di dalam proses transformasi pengetahuan yang dilakukan oleh seorang guru, maka seorang guru harus merumuskan menyusun komponen-komponen sesuai dengan kebutuhan peserta didiknya. Hasil yang diharapkan di PBM tersebut adalah out put yang mengalami perubahan positif baik dalam dimensi ranah cipta, rasa, maupun karsanya sehingga cita-cita mencetak Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas pun tercapai. Dengan demikian, peranan guru dalam proses belajar mengajar memiliki pengaruh yang cukup besar dalam mengembangkan tingkah laku anak didik sesuai dengan perkembangan yang diharapkan dari tujuan pendidikan yang dicita-citakan.
Sedangkan kata murid yang sekarang ini mulai tergeser dengan istilah siswa, peserta didik, pelajar atau warga belajar sebenarnya dalam pandangan pendidikan Islam lebih layak untuk dibakukan karena luas makna yang dikandungnya. Jika dilihat dari asal kata, murid itu merupakan ism faail dari kata أراد – يريد – إرادة , maknanya memiliki keinginan, berkeinginan, berkehendak, memiliki minat, jika menjadi ism faail berarti seseorang yang memiliki keinginan dan minat yang tinggi untuk mengetahui sesuatu. Dalam hal ini, seorang murid selayaknya diposisikan secara aktif menjadi seseorang yang berkeinginan tinggi untuk belajar sehingga ini menjadikan dasar bagi pendidikan Islam untuk mengkreasi metode yang lebih menekankan pada keaktifan seorang murid. Semua macam kurikulim dari istilah CBSA, KBK dan KTSP itu menempatkan posisi murid sebagai seseorang yang aktif, guru hanya menjadi fasilitator (perantara) saja.