Selasa, 09 Februari 2016

HOMOSEKSUAL TIDAK NORMAL

KATAKAN, HOMOSEKSUAL ADALAH ILEGAL!
oleh Reza Indragiri Amriel

Mari dudukkan perilaku manusia dalam bingkai pemahaman yang jernih. Psikologi berteori, perilaku adalah hasil interaksi antara faktor bawaan (disposisi, genetik) dan faktor lingkungan (termasuk belajar sosial). Selanjutnya, pondasi berpikir itu dipakai untuk mencermati fenomena kaum homoseksual, sekaligus menimbang-nimbang apa yang sepatutnya dikenakan terhadap mereka.

Temuan mutakhir yang dilakukan oleh Michael Bailey (2013) menemukan adanya jejak genetik yang dimiliki para lelaki homoseksual, yaitu sebuah bagian dari kromosom yang diberi kode Xq28. Bailey juga menyimpulkan bahwa pengaruh faktor disposisi (genetika) itu terhadap pembentukan orientasi homoseksual adalah 40 persen.

Mengacu pada hasil riset tersebut, berarti masih ada 60 persen lagi, yaitu faktor stimulasi lingkungan, yang juga memengaruhi bahkan lebih dominan terhadap pembentukan orientasi seksual menyimpang tersebut.

Temuan Bailey mematahkan seluruh klaim bahwa menjadi homoseksual adalah sesuatu yang terkodratkan (given). Dalih bahwa Allah Swt. yang mengukir garis tangan seseorang untuk berketertarikan seksual terhadap sesama jenis kelamin, dengan demikian, sah dianggap sebagai sampah. Sampah karena mengambinghitamkan Allah Swt. sebagai biang keladi kebejatan manusia.

Menjadi homo ternyata lebih ditentukan oleh proses belajar sosial. Dengan demikian, siapa pun yang ingin melakukan belajar ulang pasti dapat menjadi heteroseksual. Mengapa pasti? Tak lain karena menjadi heteroseksual adalah satu-satunya kodrat ketertarikan yang Allah Swt.tanam ke dalam hati insan, dan kodrat itu niscaya adalah kebaikan. Alhasil, tidak ada alasan  untuk bertahan pada orientasi homoseksual.

Dengan demikian, isunya sekarang adalah pada kepercayaan diri ummat Islam dan masyarakat luas untuk menentang homoseksual. Termasuk kepercayaan diri untuk memidanakan mereka secara berjenjang. Pertama, jika orang homoseksual diam, sehingga kita tidak mengetahui abnormalitas mereka, maka apa boleh buat. Kedua, apabila mereka angkat suara dan ingin dibantu menjadi heteroseksual, negara akan mendukung sebagaimana bantuan diberikan bagi para penyalahguna narkoba yang menyerahkan diri. Namun--ketiga--manakala mereka bersuara dan mengampanyekan lesbian-gay-biseksual-transeksual (LGBT) sebagai sesuatu yang normal, mereka harus dilawan dengan cara-cara sesuai hukum.

Di luar ranah hukum, Asosiasi Psikologi Islami harus tampil lebih percaya diri, menegakkan kepala, membidangkan bahu. Kenapa begitu? Karena, tak lain, organisasi itulah yang berada pada posisi sangat strategis menangkal penyebaran paradigma-paradigma yang menormalkan LGBT dari kelas-kelas psikologi ke ruang publik.

Allahu a'lam.

Artikel Terkait Psikologi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar Postingan